Sebelum menyuruh Lala naik di boncengan, Reino melemaskan dulu otot-ototnya. Dia menarik napas panjang, kemudian menoleh pada gadis itu.
“Gimana? Lu siap kita jalan sekarang?” tanyanya dengan nada dan raut muka seakan-akan dirinya begitu merasa bersalah sudah membawa Lala dalam misi berbahaya, mengingat ekspedisi kali ini sungguh mendebarkan. Bayangkan, mereka akan uji nyali di Rumah Kemenyan menjelang tengah malam!
Namun diluar dugaan, gadis itu justru tertawa! Sambil menunjuk-nunjuk wajahnya, Lala bahkan meledek Reino yang dianggap lebih terlihat takut daripada dirinya. Mendengar itu, Reino langsung cemberut. Kejujuran memang menyakitkan!
Demi menjaga gengsinya, buru-buru dia menyuruh Lala agar segera naik di motor. Baru saat itu, Lala merespon pertanyaannya barusan.
“Gue mah siap-siap aja. Sesuai perjanjian ya, karena tempat ini lokasinya terkenal angker. Upah gue lu bayar lima kali lipat.”
Reino memperhatikan Lala. Sepertinya gadis itu tidak ada takutnya asalkan mendapat uang. Meski awalnya keberatan, ujungnya Reino mengalah karena diancam.
“Gila, banyak amat?!”
Lala mendengus, “Kalau nggak segitu, lu syuting aja sendirian!”
“Yah, jangan gitu dong La? Kok lu jadi berubah gini? Perasaan pas pertama-pertama lu udah setuju seratus ribu? Lu nggak kasihan sama gue?” mohonnya. Reino tidak bisa membayangkan jika dirinya berada di Rumah Kemenyan sendirian.
“Pokoknya gue mau, makin menantang tuh lokasi, makin tinggi juga bayarannya. Emangnya lu kira nyawa gue ini nggak ada harganya?”
Akhirnya, terjadi kesepakatan nominal pembayaran kemarin malam. Ancaman Lala membuat Reino tidak bisa berkutik lagi.
Malam itu, dirinya dan Lala mengenakan jaket dan sepatu kets yang sama-sama merah cerah. Sengaja warna mencolok dia pilih, agar mudah ditemukan jika salah dari dari mereka menghilang. Meski dalam rencana, keduanya tidak akan berada dalam posisi berjauhan, mengingat Lala bekerja sebagai tukang rekam.
“Ya kali aja lu tiba-tiba mau pipis, kan gue nggak bisa temenin. Kalau gue pakai kaus putih, takutnya lu keder bedain gue sama kunti,” ujar Reino beralasan, yang langsung dibalas Lala dengan gelengan kepala.
“Ada-ada aja lu,” cibirnya.
Reino membalasnya dengan cengiran. Tidak lama kemudian keduanya berangkat. Menyusuri pinggiran jalan Jakarta dengan motor matik tepat pukul sepuluh malam. Setibanya di Rumah Kemenyan, Reino dan Lala langsung mendapat kejutan!
***
“Yah, kok hujan,” keluh Reino. Dia menyesal karena nekat ingin keduanya melakukan misi pada malam hari demi menghindari perhatian orang sekitar. Reino tidak mau syutingnya mendapat gangguan dari orang-orang yang penasaran mengingat dirinya bukan orang terkenal. Sayangnya, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya ketika mereka tiba. Belum lagi petir dan angin kencang yang menjadi pengiringnya. Beruntung mereka membawa mantel hujan.