Pejuang Nilai

Tama Neio
Chapter #4

Belajar

Sampai di rumah, gue ngaca. Alhamdulillah masih gantengan gue dari Ardin, apalagi Nicoll mah lewat ya.

Sambil ngaca, gue sambil bingung. Apa alasan Naura selingkuhin orang seganteng gue? Badan tinggi, ideal, putih, rambut lebat, alis tebal, hidung mancung, bibir merah, gak merokok, pekerja keras, penyayang, setia, berbakti sama orangtua. Apa lagi yang kurang? Apa lagi???

Ah, bete. Mending rebahan santuy. Eh, gak jadi .... mending belajar, demi masa depan yang cerah gue harus semangat!!!

Gue ambil pena sama kertas terus langsung buat target. Malam ini minimal gue sudah harus hapal lima pasal.

Satu persatu tugas yang diberikan guru langsung gue selesaikan sore ini juga. Memang luar biadab sekali, beda banget sama zaman SMP. Baru hari pertama sekolah tugasnya sudah seabrek. Untung yang dikasih baru materi dasar, jadi cukup mudah buat gue selesaikan dengan cepat, meski ada beberapa bagian yang gak gue ngerti dan gak gue kerjain sama sekali. Udah capek uy.

Dua puluh menit sebelum azan maghrib, adik baru saja pulang dari membeli garam halus di warung. Bunda langsung bergegas memotong ikan baung untuk dibuat pindang pegagan. Gue ikut bantu bersih-bersih sambil makan tempe goreng yang dicocol sambel terasi buatan Bunda. Setelah berhasil menaburkan bumbu-bumbu indahnya kehidupan, pindang pegagan pun jadi. Sebelum mengajak seluruh anggota keluarga makan, Bunda ingat sesuatu.

"Aldo ... uang kembaliannya mana?"

Aldo tidak menyahut sampai panggilan yang ketujuh. Bunda marah-marah lagi, dia ngamuk-ngamuk sampai azan berkumandang, usai azan berkumandang dia lanjut ngamuk lagi. Adik tetap bersikukuh dengan pendapatnya, dia mengatakan tidak ada uang kembalian dari belanja di warung. Karena ketahuan bohong, adik digebukin ayah, tidak sampai benjut tapi rasanya mantap sekali. 

Ayah menyuruh adik untuk segera mandi lalu salat dulu sebelum makan, padahal Ayah belum salat. Adik juga disuruh memanjatkan doa untuk dirinya sendiri agar tidak nakal lagi.

Saat semua sudah siap menyantap hidangan, gue dipaksa Bunda makan lalap jengkol mentah. Dia bilang itu enak dan baik untuk kesehatan, tapi gue langsung nolak. Alhasil gue makan lalap kemangi sama timun, cocok dimakan sama pindang pegagan yang asem manis pedes gurih.

"Doyan ya kamu sama kemangi."

"Iya dong, Bun."

"Kayak kambing ya, hobinya makan daun."

"Kalo Ardan kambing, Bunda emaknya dong?"

"Enak aja."

"Makanya Bun, kurangin makanan asin biar gak marah-marah mulu."

"Ya ... suka-suka Bunda, dong."

"Suka-suka Ardan juga dong mau makan lalap jengkol apa kemangi."

Lihat selengkapnya