Pejuang Nilai

Tama Neio
Chapter #10

Surat Teror Kedua

"Miawww."

"Ya ampun makin gede aja perut lo."

"Miawww."

"Isinya berapa ya?"

"Miawww."

"Malika, lo harus kuat ya, ini pertama kalinya lo lahiran."

"Miawww."

"ARDAN!!! Anak Malika kayaknya ada empat, bagi rata ya!" pekik Lizzy dari teras depan rumahnya. Dia lagi manasin motor, Lizzy memang suka pergi malam-malam hanya untuk sekadar keliling kompleks.

"Tau dari mana, Jik? Sotoy amat lu!" sahut gue dari teras depan sambil mengelus-elus bulu Malika.

"Kalo kucing sehat kayak Malika minimal punya anak empat. Gue ahli dalam dunia perkucingan, lo gak bisa bantah!"

"Sok ahli lo."

"ARDAN! Pokoknya gak mau tau harus dua anak kucing ya!"

"Buat lo satu aja!" balas gue dengan suara yang tak kalah nyaringnya.

"Kok gitu sih? Eh, kalo bukan karena Tom, Malika gak bakal hamil! Lo kayak ga ada hati aja, Dan! Plis lah lo pengertian dikit kek sama gue!"

"Emang lo buat apaan sih? Kucing lo kan udah banyak!!! Semua jenis kucing lo peliara."

"Scottish Fold baru satu, harganya mahal Dan. Lo kok susah banget sih diajak kerjasama?"

Sebenarnya gue sudah tau kalau semua perdebatan (apa pun itu) antara gue sama Lizzy hanya sia-sia belaka, pasti akan berujung pada kemenangan Si Ratu Kucing Gaje itu.

Daripada tenaga gue terbuang sia-sia mending gue iyain aja.

"Ok lah, kalo misal anaknya empat gue kasih lo dua. Tapi lo gak boleh pilih warna, biarin gue."

"Ok, gapapa asalkan lo jangan kasih gue warna oren."

"Kalo semua anaknya Oren gimana, Lijik??? Lo ribet amat sih!!!"

"Ya udah suruh kawin lagi.., sampai ada warna lain. Hehe."

Daripada otak gue keburu miring, mending gue masuk. Pas mau masuk tiba-tiba gue inget sesuatu. Makanan Malika abis. Bersamaan dengan itu adik bungsu gue, Aldo, mau keluar rumah. Nah, pas banget!

"Eh, lu mintak makanan kucing ke Lizzy gih! Yang bungkusnya gede ya ... biar lama! Entar gue kasih lu duit dua ribu!"

"Lima ribu!" tawarnya.

"Okeh, buruan!"

Lihat selengkapnya