Belum sampai satu menit duduk di kursi guru, Pak Aman langsung panggil nama gue sama Kina. Dia menyuruh kami mengerjakan soal, masing-masing dapat satu.
Awalnya gue lega banget cuma disuruh satu kan, ya udah lah ya ..., paling juga soal yang jadi PR kemarin kan. Eh ternyata oh ternyata soalnya mengandung bom Hiroshima dan Nagasaki.
Duarrr. Ambyar dong.
"Kalian berdua kan tidak ikut pelajaran saya minggu lalu, berarti sudah hebat dong. Nah, sekarang tunjukkan kehebatan kalian!" ujar Pak Aman usai menulis dua buah soal baru yang dipersembahkannya khusus untuk kami berdua.
Wadaw, soal yang harus gue kerjain jauh banget sama perkiraan. Gue baru sempat belajar materi pertidaksamaan linier ini tadi pagi, minta ajarin sama Reza.
Gue belum sempat mempelajarinya lebih dalam karena sibuk mengejar deadline hapalan substansi Tap MPR yang harus disetor besok.
Gue bukanlah dewa matematika yang menguasai seluruh ilmu perhitungan tanpa harus berpikir keras seperti Ardin. Gue cuma murid biasa yang harus memaksakan diri sendiri biar paham tentang pengaplikasian rumus-rumus matematika. Salah besar jika Pak Aman mengatakan kalau gue termasuk murid hebat dalam perhitungan.
Meski gue bukan dewa matematika, tapi gue harus coba kerjain. Gue lihat Kina yang juga tampak kebingungan dengan soal yang harus dia kerjakan.
"Dua menit waktu kalian!"