PEKA

Mariza Agustina
Chapter #1

Prolog

“Lo itu sebenernya ngga peka apa bego sih?

“semoga kebahagiaan selalu menyertai lo! Dan perasaan lo bakalan terus baik-baik aja, karena pemiliknya selalu ngorbanin kebahagiaan dia buat orang lain. I’m done!”

Dua kalimat itu adalah kalimat yang satu tahun kebelakang ini selalu mengiang di kepala gue. Kalimat itu keluar dari mulut gue, buat seorang perempuan yang pernah dengan tulus gue cinta.

Gue ngga pernah menduga kalau ternyata melupakan dia jauh lebih susah dari yang pernah gue lakukan. Cinta sepihak, yang gue perjuangkan satu tahun yang lalu, ternyata berakhir dengan cara yang ngga pernah gue harapkan. Gue paham kalau dia cuma sekedar hidup singkat di masa lalu gue, tapi gue ngga akan menyangkal kalau senyum nya masih tetap menjadi candu yang semakin lama semakin menyiksa gue, dan kenangan nya…masih sangat susah untuk gue hapus. Apa gue terkesan berlebihan kalau gue bilang gue benar-benar cinta sama dia?

Adi selalu bling ke gue, kalau terkadang hal-hal yang ada di dunia ini cuma bisa kita ketahui, atau kita nikmati…tanpa berhak kita miliki. Dia juga berusaha meyakinkan gue kalau setelah semuanya, hati gue akan baik-baik aja, walaupun bakalan sakit untuk beberapa saat. Tapi nyatanya…bahkan setelah sekarang pun hati gue belum juga pulih, dan gue masih stuck sama perasaan ini.

Sampai ada suatu ketika, gue pengen banget buat membenci dia, dengan harapan, gue bakalan bisa secepatnya buat lupain semua tentang dia. Tapi sia-sia. Ngga ada gunanya. Semakin gue pengen membenci dia, itu berarti gue harus semakin memikirkan dia.

Dinggg…

Kemaren dia nelfon, dia bilang dia baik-baik aja. Oh iya, 3 hari yang lalu aku datang ke acara wisudanya, dia kelihatan cantik banget pake kebaya. Sekarang dia udah ada di Bogor, katanya dia mau ngurus bisnis rumah makan oma nya. Dengar-dengar sih dia disuruh oma nya buat lanjut kuliah ke luar negeri, tapi aku masih belum tau jadinya gimana

Chat mingguan rutin dari Gita yang selalu gue tunggu-tunggu. Setelah gue memutuskan buat berhenti dan menghilang dari hidup dia, Gita dengan suka rela selalu ngasih kabar semua tentang dia, seolah dia tau apa yang paling gue butuhkan.

Tok tok tok…..

“sayang…Ki…???”

Panggilan mama – setiap pagi – selalu jadi pengingat kalau gue harus segera bangun, dan melanjutkan realita. Tanpa dia, yang udah ngga mungkin lagi gue perjuangkan.

“iya mah….”

Cklek.

“ki…kok kamu belum mandi sih ki…ini udah jam berapa coba”

Lantas gue bangun, lalu duduk di tempat tidur dengan malas.

“mah….” Ucap gue, memasang wajah memelas.

Mama langsung mendekat dan duduk di samping gue.

Lihat selengkapnya