POV Rani
Hari ini aku bolos kuliah karena sibuk mempersiapkan event besar yang ada di FIB UI, ini adalah salah satu event yang diadakan sekitar 2 tahun sekali. Acaranya yaitu penggalangan dana untuk membantu membangun sekolah sekolah yang ada di pelosok negeri. Serta memberikan sumbangan buku buku gratis untuk rumah singgah dan panti asuhan. Kemudian di acara puncak ada talkshow dari penulis terkenal yang ada di Indonesia dan dari luar negeri, dengan stand stand yang berjajar rapi disekitar gedung berdasarkan jurusan yang ada di FEB.
Jika jurusan kalian sastra jepang, maka yang di tampilkan dari stand kalian adalah kebudayaan jepang. Entah itu makanan, pakaian, dan beberapa aksesoris yang dijual dengan tanda pengenal Feb dan jurusan tersebut.
Karena jurusanku sastra Indonesia maka kami memperkenalkan kebudayaan Indonesia secara umum, dari mulai pakaian adat, kuliner serta buku karya mahasiswa sastra Indonesia. Salah satu tujuannya tentu saja untuk menarik masa, karena setelah seminar biasanya pengunjung datang untuk berkeliling disekitar stand untuk membeli oleh-oleh. Sementara target pengunjung yaitu anak-anak SMA, mahasiswa, penulis, dan juga dikalangan umum yang memang tertarik dengan dunia literasi dan kebudayaan.
Jika kalian mahasiswa yanga aktif di organisasi maka membolos kuliah untuk mengurusi event sudah menjadi hal lumrah bagi sebagian besar mahasiswa. Meski ada beberapa mahasiswa yang lebih memilih focus pada kuliah tanpa melibatkan diri di kegiatan atau organisasi manapun.
Biasanya mereka adalah tipe orang yang ambisius dalam mengejar IPK dan gelar cum laude atau setidaknya lulus tepat waktu mengingat persaingan di kampus dan juga dosen yang gak neko-neko memberikan nilai C pada mahasiswanya yang tak serius belajar. Jadi tidak ada istilah nilai rajin atau nilai kasihan. Maka tak heran aku yang sejak SMP malasnya luar biasa ketika belajar, menginjak kuliah tak ada lagi istilah ujian dengan sistem kebut semalam. Ada beberapa teman kelasku yang bahkan mengikuti bimbel tambahan diluar jam kuliah yang diberikan dosen.
Oke hari ini tugasku hanya berjaga di stand sastra Indonesia. Melatih tersenyum seharian sambil menyapa para pengunjung.
"selamat datang di jurusan sastra Indonesia, silahkan dilihat kak pernak Pernik dan kuliner khas nusantaranya sekalian berdonasi untuk pembangunan sekolah dipelosok"
Mia menepuk pundaku iba sambil menyeruput cappuccino cincau
"malang bener nasibmu Ran, seharian baru beberapa orang yang singgah di stand kita"
"lihat tuh stand nya sastra korea, dari tadi penuh membeludak gara-gara yang jaga opa opa ganteng dari jurusan kita" lanjut Mia sarkatis sambil duduk disampingku setelah pegal berdiri mengamati stand kami yang ramai oleh pernak Pernik rotan.
"strategi pemasaran kita jelek nih, harusnya yang jaga Anastasia sama Rangga bima biar banyak yang tertarik dengan stand kita ran"
Aku memandang heran kearah Mia, tahu aja dia bintang bintang yang berkilauan di jurusan sastra Indonesia. Maklum mahasiswakan terkenal kalau enggak pinter, cantik, sama biang kerok. Yang standar standar kayak kita mana bisa jadi famous. Minimal pernah masuk acara Hitam Putih udah mulai banyak yang tiba-tiba senyum saat kita jalan disekitar kampus, padahal sebelumnya boro-boro.
Ah ya sebelumnya Anastasia adalah mahasiswa satu jurusan denganku yang beberapa bulan lalu terpilih sebagai perwakilan dari daerahnya untuk pemilihan putri Indonesia di Jakarta. Sementara Rangga, you know laaah... Rangga Rahardian Setiadji, dia artis sinetron yang sering wara wiri di pertelevisian Indonesia.
Kalau kalian membayangkan Rangga adalah orang popular yang kalau menginjakan satu langkah kakinya langsung berkerumunan banyak perempuan cantik sambil berteriak-teriak histeris
"Rangga..... Rangga...."
Kalian salah besar, ini adalah dunia nyata bukan drama korea. Kalian satu jurusan dengan anak perdana mentri atau artis top sekalipun, belum tentu ada yang mengenalnya. Intinya berteriak histeris ketika ada cowok popular lewat tidak berlaku dikampusku. Hmm oke, intinya mahasiswa terlalu disibukan dengan tugas kampus dan kekilleran dosen. Jadi tiadak ada waktu untuk memikirkan cowok keren dilingkungan kampus. Tapi meskipun begitu tetap saja yang unggul yang harusnya menjadi cover. Bukan buluk seperti kami, setidaknya itulah yang Rani fikirkan saat melihat dari raut Mia yang kesal.
"enak banget sih yang kebagian panitia didalem bisa duduk manis sambil ngadem gausah teriak-teriak kayak kita gini"
"heloo Mia.... yang teriak teriak dari tadi aku loh ya" Mia nyengir kuda sambil beranjak dari tempat duduknya, memandangku penuh sesal sambil tangannya bersiap siap melayang keudara. Tatapannya menyiratkan "oke kita mulai"
"boleh kakak mampir ke standnya sastra Indonesia ada banyak buku buku dari novelis terkenal loh, 100 persen hasil penjualan kita sumbangkan untuk adik adik kita di pelosok negeri"
Mia dengan semangat 45 melambaikan tangannya kesetiap pengunjung yang lewat, sesekali matanya melirik kearah stand sastra Korea, setiap kali ada pengunjung yang datang di stand mereka, salah satu penjaganya melemparkan senyum dan lambaian tangan kearah kami. Kontan saja membuat Mia kepanasan dengan ulah mereka.
"gils... rese banget ya mereka. Kalah kita Ran, strategi marketing kita payah"
Aku hanya menanggapinya dengan senyuman sambil menghabiskan sisa-sisa es di cup yang sudah menghilang rasa manisnya, tinggal rasa hambar dan dingin.
Tiba-tiba seorang mas-mas muda datang menghampiri Mia yang tengah terbakar api cemburu, yang disambutnya dengan senyum selebar mungkin apalagi saat tahu si mas tersebut cakep, senyumnya bertambah lebar beberapa senti.
Dari tampilannya aku kok berasa gak asing ya, aku terus memperhatikan percakapan mereka.
"iya mas cari apa?"
"saya cari buku tuntunan sholat ada gak ya?" jawabnya sambil matanya sibuk mencari diantara tumpukan buku.
"wajib atau sunah mas?"
Si mas mas muda terdiam kebingungan, dia kayak gak tahu harus jawab apa. Dia hanya menggaruk tengkuknya, saat itulah dia mengalihkan pandangannya keseluruh stand kami, dan tanpa sengaja aku melihatnya yang tengah bingung.
Ah, dia si mas mas yang biasa baca buku disekitar danau kampus. Alias Mr. Rius.
Aku yang melihat dia kebingungan tentu dong gak tinggal diam. Aku ikut mencari tuntunan sholat yang mungkin sesuai dengan apa yang dia cari di rak buku dibelakang kami.
Ah, ketemu. Sebuah buku yang berwarna ungu dan putih dengan cover gambar sholat karya DRS. Moh Zulfikar. Aku menyerahkannya pada si Mr. Rius.