Dear pembaca gelap
Terimakasih sudah membaca ceritaku, meskipun tanpa meninggalkan jejak vote. Namun satu yang kalian harus tahu ketika suatu hari nanti kalian menjadi seorang penulis.
Dukungan dari pembaca adalah salah satu hal yang membuat kita semangat untuk melanjutkan tulisan.
selamat membaca :)
LoveĀ
Iyang
000
POV Fajar
Hari ini aku seharian menghabiskan waktu di kampus untuk mengajar dan melakukan penelitian di perpustakaan untuk materi skripsi. Bareng Jojo, satu jurusan denganku. Setelah kelelahan menatap layar laptop berjam-jam akhirnya kami ketiduran di perpustakaan saat Jojo mengguncang tubuhku berkali-kali.
"bangun Jar, keburu maghrib, bisa kena marah pak Dinar kita kalau ketiduran sampe malam. Yuk bentar lagi mau dikunci"
Jojo merapikan buku buku didepannya kemudian berjalan kearah box pengembalian buku untuk disimpan berdasarkan nomor tata letak lemari, biasanya petugas perpustakaan yang meletakannya ketempat semula ketika piket.
Aku masih mengerjap sambil mengucek mata menahan kantuk, dilihatnya alroji ditangan menunjukan pukul 17.18, laptopku sudah mati kehabisan baterai. Juga dengan tumpukan buku yang berantakan tak karuan. Ya ampun aku sekacau ini.
"jo, aku shalat maghribnya di Al-Lathif aja ya sekalian beli makan disana. Aku kayaknya gak pulang malam ini, lanjut mabit aja disana"
"oke bro" jawabnya singkat sambil membereskan tasnya bersiap untuk pulang.
Diluar terdengar langkah kaki yang semakin mendekat, pasti itu pak Dinar. Penjaga perpustakaan kampus yang biasa mengecek perpustakaan sebelum menguncinya.
Aku memasukan semua barang dan buku kedalam tas kemudian mengecek kantung celana untuk memastikan kunci motorku tak ketinggalan.
"eh dik Fajar, untung belum bapak kunci"
Pak Dinar mumukul bahuku pelan sambil tertawa renyah, salah satu penjaga perpustakaan yang ramah dan kebapaan banget, barusan kalian dengar dia menyebutku "Dik Fajar" ? jujur kalau ketemu dengan beliau aku selalu inget almarhum ayah. Sikapnya terlalu hangat untuk ukuran pelanggar seperti kami. Lah iya ketiduran sampai batas waktu akhir perpustakaan. Bukankah seharusnya beliau memarahiku dan Jojo?
Setelah berpamitan dengan pak Dinar kami melanjutkan perjalanan kearah masjid Al-Lathif, salah satu tempat bersejarah perjalanan kisah hijrahku ketika masa SMA hingga sekarang. Biasanya kalau malam begini, ramai anak muda untuk belajar ngaji bersama ustadz Luthfi. Beliau adalah salah satu ustadz gaul yang sering digandrungi anak muda baru hijrah. Bahkan anak anak funk dan premanpun kerap belajar ngaji kepada beliau.
Jadi tak heran dimesjid ini banyak lelaki-lelaki bertato dan bertindik, it's oke mereka adalah orang baik. Kita mesti menghargai proses hijrah mereka, begitu kata ustadz Luthfi.
"Assalamualaikum Fajar, gimana kabarnya? Kok jarang lihat" bang Badrun, salah satu DKM masjid menyalamiku ketika selesai menunaikan sholat maghrib.
"Alhamdulillah baik bang, iya biasa lagi sibuk ngejar skripsi, insya Allah minggu ini sidang. Do'ain ya bang, biar lulus"
Aku menjawab perkataan bang Badrun sambil duduk di karpet masjid sambil mendengarkan kultum salah satu ustadz yang biasa mengisi kajian di masjid ini selain utadz Luthfi. Kalau tidak salah namanya ustadz Deden.
"kalau abis lulus rencana mau kemana Jar?"
Lelaki berperawakan kecil akhir 20 an itu kembali bertanya kepadaku
"rencananya sih bang pengen lanjutin kuliah buat S2, cuman perusahaan keluarga lagi butuh saya. Jadi kemungkinan langsung kerja"
Ada sedikit nada kecewa, yah memang itu kenyataannya, tapi aku bersyukur setidaknya mama dan ayah sudah mau merawatku selama ini.
Bang Badrun hanya menepuk pundaku berempati, mungkin dia merasakan apa yang ada didalam hatiku, sedikit lebih dalam dari apa yang biasa orang lihat tentangku. Seorang Fajar yang ceria dan penuh semangat dalam belajar.
Malam ini aku mendengarkan kajian yang dibawakan oleh ustadz Luthfi dilanjut dengan setoran Hafalan ketika menjelang subuh tiba. Aku memohon pada Allah setidaknya biarkan aku terus dikaruniai rasa syukur yang panjang. Rasaya syukur karena memiliki keluarga yang menyayangiku. Mau menerimaku dengan segala kekurangan, meski dalam hati aku selalu merasa bahwa, aku tak pantas menerima semua ini.
Selesai shalat subuh satu pesan masuk dari mama, mengatakan bahwa aku harus pulang ke Depok hari ini. Kalau mama yang meminta langsung pasti ada hal penting yang mau beliau sampaikan.
Maka secepat kilat aku pergi meninggalkan Al-lathif dengan mengendarai NMAX, menerobos jalanan kota Bandung yang masih sepi terbuai mimpi. Satu yang pasti, besok aku tak yakin masih memiliki mimpi yang sama.
000
"yah, kenapa neng gak bangun-bangun? "
Aku memeluk boneka robot dengan erat sambil melihat kearah ranjang rumah sakit dimana adiku Rani terbujur kaku dengan banyak selang ditubuhnya, adik yang paling aku benci di dunia ini.
Kulihat ayah Nampak menahan amarah, sementara mama berusaha menenangkan dengan mengusap-usap pundak ayah pelan, memberikan pesan bahwa aku hanyalah anak kecil yang belum mengerti.
"yah apa neng sakit karena aa?"
Sekali lagi aku berkata sambil menarik-narik baju ayahku, tapi merka berdua. Mama dan ayah masih diam seribu Bahasa sambil menahan tangis.
Sungguh aku tidak mengerti, yang kutahu adiku Rani begitu kesakitan setelah aku meninggalkannya dikebun teh. Dia jatuh kedasar jurang saat berusaha mencariku ketika main petak umpat. Padahal dengan sengaja aku memang meninggalkannya untuk balas dendam karena telah mematahkan mainan robot kesukaanku.
Sebuah awal penyesalan terbesar dalam hidupku, karena sampai sekarang bayangan akan tangisan dan wajah adiku yang berbalur darah masih menjadi hal paling menakutkan ketika aku mengingatnya dalam mimpi-mimpi buruku.
Sampai sekarang hingga aku selalu takut untuk menyayangi adikku sendiri, takut jika dia akan terluka, sama seperti dulu. Namun yang kutahu aku selalu ingin membuatnya bahagia dengan cara yang berbeda, tanpa banyak orang tahu bahwa aku amat sangat menyayanginya dan selalu ingin melindunginya.
POV Rani
Acara selesai
Yuhuuuu....
Akhirnya setelah selama seminggu menjaga stand untuk donasi, semua mahasiswa FIB dari berbagai jurusan bisa istirahat sejenak sebelum pergi ke berbagai pelosok negeri untuk menjadi relawan kemanusiaan, biasanya kegiatan ini bekerja sama dengan lembaga social kemanusian.