POV Aldwin
Hari super sibuk
Kembali lagi dengan hari senin. Tugas menumpuk, dosen yang gak sabaran, juga teman satu kelas yang terus mengirim wa menanyakan perihal tugas kelompok yang belum juga rampung.
Dan sialnya, aku belum juga mendaftar bersama relawan untuk tugas penelitian untuk bahan skripsi semester depan, padahal deadline sudah didepan mata. Untungnya hari ini aku masih bisa mendaftar untuk ikut.
Dari sekian banyak daerah di Indonesia, entah mengapa aku begitu tertarik dengan Kalimantan, khususnya di daerah pulau Sebatik yang berada di daerah Kalimantan Utara, dengar dengar penduduk disana sebagian besar mata pencahariannya sebagai nelayan.
Kebetulan yang sangat pas, karena aku akan membuat skripsi mengenai perekonomian yang ada di pelosok negeri, khususnya daerah yang jauh dari ibu kota. Sangat anti mainstream, karena kebanyakan mahasiswa di jurusanku mengambil tema tentang perbankan atau sektor keuangan yang ada di Indonesia.
Namun ternyata bukan perkara mudah, karena aku benar benar harus terjun langsung ke daerah tersebut. Dan yang lebih mengejutkan lagi, aku satu daerah dengan Meitaris, sepupu termenyebalkan selama aku hidup di dunia ini.
Oke kali ini adalah kebetulan yang tidak menyenangkan, karena sepanjang acara perkenalan dan pembekalan yang disampaikan oleh Ilham, Mei terus komat kamit berbicara. Sumpah aku tak bisa mendengar suaranya, hanya bentuk bibirnya yang maju mundur serong kanan kiri yang membuat kepalaku pusing.
Belum lagi ketika acara perkenalan dengan pak RT selesai, dia tak puas jika hanya menyapaku dari jauh. Langsung mendatangiku sambil setengah terkejut. Histeris tepatnya.
Tampaknya tuhan memang tidak mengijinkanku untuk istirahat dan santai sejenak, tapi yasudahlah.. hidup memang gak selamanya lancar kan? Pasti selalu ada hambatan (anggap saja Meitaris memang hambatan untukku kali ini).
Tak lama setalah aku kabur dari Mei, ada telpon dari nomer baru, katanya salah satu rekan mengajarku disini. Hei, padahal aku tidak terlibat dengan urusan ngajar mengajar. Seperti kalian tahu aku disini untuk membuat penelitian untuk bahan skripsi semester ini.
Tapi setelah protesku ditolak Ilham, katanya mumpung sudah disini, sekalian saja bantu-bantu. Yah kalau sudah begini mau apa lagi. Meski aku sedikit was-was dengan pandangan para mahasiswi adik tingkatku yang terkadang suka bertingkah diluar nalar.
"saya dibelakang kamu"
Aku hanya menebak, perempuan berjilbab hitam itulah yang meneleponku. Habis dari gerak geriknya kelihatan seperti lagi bingung nyari orang.
Dan sepertinya memang benar. Setelah dia berbalik kearahku, dia sedikit terkejut sebentar, aku juga.
Tidak menyangka jika dia adalah salah satu perempuan yang sepertinya pernah menjadi target perjodohan Mei untukku, kalau tidak salah perempuan yang sering mengamatiku ketika membaca disekitar kampus.
Dan aku merasa sepertinya, hari hariku tujuh hari kedepan akan semakin berat.
"oke kenalin, saya Rani, ini Fani, dan ada satu rekan lagi namanya Febrian.
Dia sudah duluan ketempat lokasi pakai motor, soalnya bawa banyak buku dan snack, jadi gak mungkin kalau jalan kaki"
"oke"
Gadis berjilbab hitam itu menoleh kearah gadis disampingnya, untuk memberi isyarat melanjutkan kembali tugas mereka.
Sebentar, siapa tadi namanya?
Rani?
Sambil berjalan, dua gadis didepanku asik mengobrol menuju tempat kami mengajar, kata Ilham tempatnya tidak jauh dari tempat kami menginap. Yah sekitar 20 menit berjalan kami akhirnya sampai ditempat tujuan.
Disebuah bangunan tua bertuliskan SMP N 2 Sebatik
Sebuah sekolah menengah pertama yang terletak diantara hutan bambu ini lumayan bagus untuk ukuran sekolah yang ada di pelosok. Dindingnya sudah berlapis tembok meski dengan cat yang sudah pudar dan meneglupas, tampak tua dan kotor. Kalau dilihat malam hari, sekilas akan nampak seperti sarang hantu. Karena memang letaknya yang ada dipinggir hutan dan juga tampilannya yang menyeramkan.
Aku, dan ketiga rekanku masuk kedalam kelas yang langsung disambut oleh anak-anak berseragam putih biru. Saat aku masuk paling akhir, semua anak-anak nampak berbisik pelan pada teman sebangkumya, aku bisa dengan jelas mengerti apa yang mereka bicarakan
"wah ada china"
"kakak yang pake kacamata China ya"
"dia ganteng tahu, tipe ku banget"
"kayak opa opa korea"
Dalam hati aku mengelus sabar, biasanya kalau dipanggil china aku akan marah. Namun jika berhubungan dengan anak-anak ini, gak mungkin dong, bisa gagal rencana kami mengambil hati mereka.
Jadi yang kulakukan hanyalah tersenyum sambil menyapa mereka, padahal sumpah, senyumku kikuk banget, untungnya salah satu rekan cowok, kalau tidak salah namanya Febrian langsung mengambil alih kondisi kelas agar bukan hanya berfokus padaku saja.
Kami berkenalan dengan mereka sambil membuat games seputar sejarah Indonesia, meski sayangnya mereka lebih hafal tentang negara tetangga ketimbang negaranya sendiri.
Semua acara diambil alih oleh Rani, perempuan berkerudung lebar itu nampak semangat memberikan cerita cerita dan juga games pada anak-anak, heran aku. Ada saja idenya setiap kali anak-anak mulai merasa bosan.
Tepat jam 11 siang kami undur diri pada anak-anak dan juga para guru setelah menyerahkan beberapa kardus berisi buku. Besok kami akan datang kembali untuk mengatur buku tersebut diperpustakaan sekolah.
Pulangnya kami ber empat jalan kaki, karena motor yang dipakai Febri tadi pagi digunakan anak lain untuk membawa banyak buku. Jadi kami berjalan disekitar pesisir pantai, sambil tak hentinya Febri mengarahkan kameranya kearah pantai dan juga kami.
"kalau kak Aldwin sendiri gimana? Aku denger dari kak Ilham kemarin kakak kesini bukan untuk tujuan relawan kan"?
Gadis berambut pendek bertanya kepadaku, ah aku terlalu asik mengamati pantai sampai melupakan mereka yang tengah asik mengobrol.
"hmm iya"