Pagi itu akhirnya datang juga. Mereka berangkat ke pantai dengan semangat yang berkobar, naik mobil bareng-bareng sambil putar lagu favorit. Jalanan masih agak sepi, udara pagi masih dingin tapi penuh harapan akan keseruan yang menanti. Di dalam mobil, suara tawa mereka mengisi perjalanan, seolah mereka sedang dalam ekspedisi besar, meski cuma ke pantai.
Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di pantai yang membentang luas. Langit biru, ombak bergulung-gulung menyambut kedatangan mereka. Haikal langsung nggak sabar ingin mencoba surfing. Dengan mata berbinar, dia pun langsung mengajak Dewa buat ngecek ombak.
Haikal: “Bro, liat tuh ombaknya. Wah, ini sih surga! Kita langsung tancap gas gak, nih?”
Dewa: “Gaspol! Nih, gue udah bawa papan. Langsung ke ombak terdekat yuk, sebelum rame!”
Haikal dan Dewa langsung lari sambil teriak-teriak semangat, bawa papan selancar mereka dan langsung nyebur ke air. Sementara itu, Jemian, Jevano, dan Bintang ngikutin ke bibir pantai tapi nggak ikut surfing. Mereka lebih memilih buat main-main di pinggiran sambil sesekali ngejek Haikal dan Dewa yang tenggelam dan terlempar ombak.
Bintang: “Woy, Haikal! Jangan sok-sokan, tuh liat, jatuh terus. Jangan-jangan nyampe rumah ntar tulang rusukmu ketinggalan di sini!”
Semua ketawa lihat aksi mereka yang terombang-ambing di laut. Bintang sambil senyum-senyum ngeledek, “Kalau liburan kita kayak gini terus sih asik banget, ya!”
Setelah puas surfing, mereka semua berkumpul buat makan siang. Mereka bawa bekal barbekyu sederhana. Dengan semangat, mereka mulai nyiapin panggangan, sambil ngobrol santai dan cerita-cerita pengalaman masa lalu. Suasana penuh kehangatan. Seperti api panggangan yang menyala, canda tawa mereka menambah hangatnya kebersamaan di hari itu.
Arga yang biasanya kalem, tiba-tiba mulai cerita. “Kalian inget gak dulu waktu kita SMP, pas kita liburan ke pantai juga? Dewa sampai nyangkut di pohon kelapa gara-gara kejar layangan.”