Setelah matahari tenggelam, mereka berencana menghabiskan malam terakhir di pantai dengan api unggun. Jemian dan Arga sibuk menyalakan api, sementara yang lain sibuk nyiapin makanan ringan dan minuman. Malam itu udah terasa nyaman banget, ditemani suara ombak dan angin pantai yang sepoi-sepoi. Tapi, suasana santai itu mendadak berubah.
Saat lagi asyik ngobrol, Dewa tiba-tiba merhatiin sesuatu di pasir, sedikit lebih jauh dari mereka. Ada bekas jejak kaki, tapi bentuknya aneh—terlalu besar dan lebar. Dewa yang emang penasaran langsung berdiri dan ngajak temen-temennya buat ngeliat.
Dewa: “Guys, kalian harus liat ini deh! Gede banget, ini jejak kaki manusia atau apa, ya?”
Haikal, yang suka hal-hal seru, langsung berdiri dan mendekat buat ngeliat lebih dekat. Dia ngerasa aneh. Bekas jejak itu beneran nggak biasa, kayak bukan punya manusia, tapi juga bukan punya binatang.
Haikal: “Wah, ini sih serem, ya. Ukurannya gede banget! Apalagi di pantai begini… siapa yang jalan-jalan tengah malem?”
Dimas, yang biasanya kalem, mulai ikut penasaran. “Kalian pikir ini jejak siapa? Soalnya bentuknya nggak mirip jejak orang biasa, atau mungkin... ada yang lagi main-main di sini?”
Jevano, yang biasanya nggak terlalu peduli hal kayak gini, mulai merasakan bulu kuduknya berdiri. Tapi dia tetep nyoba buat nahan diri, sambil ngelihat jejak-jejak itu yang ternyata cukup banyak dan saling berkelok-kelok di pasir.
Jevano: “Nih jejak kakinya aneh banget. Ini kayak lebih berat di bagian belakang, jejaknya cekung di tengah.”
Arga, yang jarang banget keliatan takut, kali ini mulai merasa nggak nyaman. “Kayaknya kita harus berhati-hati. Gua nggak mau liburan kita ini berakhir dengan hal yang nggak-nggak. Mending kita kembali ke api unggun aja.”