Pagi itu. Sma Angkasa kembali ramai. Selepas libur kenaikan kelas plus libur lebaran. Wajah-wajah baru kembali terlihat, siapa lagi kalau bukan anak kelas sepuluh. Gemuruh grasak-grusuk, canda tawa kembali terdengar. Beberapa murid ada yang kangen sekolah, ada pula yang masih kesal dan malas sekolah.
Suara motor ninja terdengar bergemuruh di sepanjang jalan menuju parkiran sekolah. Bukan motornya yang menjadi perhatian, melainkan sang pengendara dari motor itu.
Dia melepas helm full facenya yang berwarna hitam itu. Masih sama...menawan bahkan wajah laki-laki itu keliatan lebih berseri. Tidak ada senyuman, karena yang berhak mendapat senyuman itu hanya orang-orang tertentu saja.
"HEH. Turun ngapain masi nangkring di motor?"
Yang ditanya mengacuhkannya, dirinya sibuk melakukan sesuatu dibelakangnya.
"Turun Pelangi!! Gue mau turun."
Perempuan itu mendengus. "Turun ya, tinggal turun."
Awan menghela nafasnya. "Gue turun lo ngejengkang. Jangan salahin gue ya?"
"Bodo."
"Ada apaan sih? Itu kenapa di belakang lo?"
"Tas gue nyangkut, sama belakang motor lo."
Laki-laki itu mengulurkan tangannya. "Pegang tangan gue!!"
"Mau ngapain? Gue nggak mau nyebrang."
"Siapa yang mau nyebrang Pelangi. Ini gue mau turun, biar lo nggak jatoh. Ckkk gue cium juga nih."
Mau tak mau, Pelangi akhirnya menerima uluran itu. Lalu menggenggam tangan Awan.
Awan menstandar motornya lalu dengan perlahan turun dari motor itu. "Diem jangan banyak gerak!!"
Laki-laki itu menuju belakang motornya. Terlihat tali tas Pelangi menyangkut pada bagian belakang motornya. Dengan serius ia melepas tautan itu dan tidak sampai sepuluh detik, ia berhasil melepaskannya.
Pelangi menghembuskan nafasnya lega. Saat Awan berhasil melepaskannya. Lalu Awan membantunya turun. Ia melepas helmnya lalu memberikan helm itu pada Awan. Setelah itu ia berjalan meninggalkan laki-laki itu begitu saja.
"Kurang ajar nih anak. Awas aja." Hardik Awan berbicara sendiri.
Setelah menaruh helmnya Awan langsung mengejar Pelangi. Bukan jenis mengejar yang berlari, tetapi jalan. Jalan dengan langkah yang lebar. Setelah berada dekat dengan perempuan itu. Langsung saja ia memiting Pelangi.
"AWANNNNN...sakitttt."
"Bodo amat. Lo jahanam udah gue bantuin, lo malah ninggalin gue."
Pelangi sekuat tenaga berusaha melepas pitingan itu. "Saa..kitt guh..ee hh nngak biss....a na..pass."
Awan langsung melepas pitingannya lalu memegang kedua pipi pelangi dengan khawatir. Hidung pelangi terlihat memerah. "Maaf." Ucapnya lembut pada Pelangi.
Pelangi menatap Awan datar. Lalu tanpa Awan sadari pelangi sedang mengepalkan kedua tangannya. Dan dalam hitungan ketiga.
BUGHHH
Sebuah tonjokan melayang di pipi Awan. Laki-laki itu meringis. "Kok gue ditonjok?" Tanya Awan tak habis pikir.
"Kata lo kalo ada orang yang kurang ajar. Tonjok aja pipinya." Kata Pelangi dengan polos, tanpa rasa bersalah.
"TAP..-"
Pelangi meninggalkan Awan begitu saja. Membuat laki-laki itu melongo tidak percaya. "LO EMANG SAHABAT TERJAHANAM GUE." Teriak Awan kepada perempuan itu.
Pelangi tidak menanggapi ucapan Awan. Ia terus melangkahkan kakinya dengan gerakan cepat. Tujuannya satu, menuju madding. Terlihat dari kejauhan madding di penuhi para siswa-siswi yang mencoba mencari namanya di deretan kertas tersebut.
Pelangi mencoba mencari namanya. Tiba-tiba saja ada yang menepuk bahunya. Pelangi sudah tahu pelaku si penepuk bahunya, karena ia paham betul bau orang yang berada di belakangnya. Jadi ia diamkannya saja. Matanya masih menelusuri kertas demi kertas yang terpajang di sana. Dan matanya akhirnya menemukan namanya. Sebuah kelas yang ia yakini akan membuatnya menjadi lebih baik lagi dalam hal belajar.
"BRENGSEKK."
Pelangi terkejut saat mendengar suara bentakan tersebut. Tepat berada di sampingnya. Seketika saja matanya melotot.
"Lo gilak ya." Lagi matanya melotot melihat darah mengalir dari tangan laki-laki itu. Langsung saja ia tarik tangan laki-laki itu. Mengiringnya menuju suatu tempat, tanpa memperdulikan ocehan laki-laki itu.
Dan di sinilah mereka...