Pelangi Meet Awan

Senandung
Chapter #2

Ketua Kelas

Pelangi mulai cemas saat dua orang berbeda jenis kelamin ini mulai menampakan taringnya. Ia menoleh ke arah Awan dan mengelus lengannya, bermaksud menenangkan. "Awan... Please jangan kaya gini." Ucap Pelangi dengan tatapan memohonnya, sedangkan yang ditatap mulai luluh. Memang cuma Pelangi yang bisa menenangkan Awan.

"Gue mau di sini sama lo." Ujarnya dengan nada lembut, beda sekali saat berbicara pada Bu Endang atau siapa pun.

"Kita bisa ketemu setiap hari. Nggak perlu sekelas." Lagi Pelangi mencoba membujuk Awan yang keras kepala. "Kita berangkat sekolah bareng, ke kantin bareng, sama pulang bareng kan. Jadi Please hargain guru, jangan kaya gini terus! Gue mau lo berubah, nggak pembangkang kaya gini." Lanjutnya dengan menatap memohon Awan.

Awan masih terdiam, menatap dalam Pelangi. "Ok....ini semua demi lo." Katanya sambil mengelus rambut Pelangi. Sedangkan Pelangi tersenyum lebar.

"Makasih."

Lantas Awan bangkit dari kursi itu, seraya mengambil tas dan ia selipkan di bahu kanannya. Meninggalkan ruang kelas itu tanpa mengucap salam, pamit atau semacamnya. Membuat Bu Endang geram dengan tingkah Awan yang tidak sopan.

Seperti perintah Pelangi....

Disinilah ia...di dalam kelas yang super membosankan. Sebenarnya bukan karena kelas atau pun teman-teman sekelasnya. Melainkan tidak ada sahabatnya itu, ia jadi menyendiri. Dari Tk ia selalu bersama dia, dan duduk berdua. Lalu sekarang tidak sekelas dengan Pelangi benar-benar menyiksanya.. Rasanya Awan ingin kembali ke kelas itu, menemui Pelangi.

Good, lagi ia harus mendengus. Saat guru yang tidak ia harapkan datang. Bu Purba Sang legendaris guru Seni Budaya di Sma Angkasa yang lebih menggeluti bidang musik atau bisa dibilang beliau sang maestro musiknya Sma Angkasa.

"Selamat Pagi semua" Katanya khas orang medan.

"Pagi." Jawab para murid.

"Ibu yang akan menjadi walikelas di sini. Sekarang ibu akan memilih struktur kelas." Mata Bu Purba mulai menelusuri satu-persatu murid yang berada di kelas itu. Dan matanya terhenti saat melihat laki-laki yang duduk di bangku paling belakang, paling pojok tepatnya dekat tembok dan yang sedang menenggelamkan wajahnya di dua lekukan tangannya.

"HEI KAMU." Panggil Bu Purba sambil menunjuk laki-laki itu. Namun panggilannya tidak digubris sama sekali, layaknya angin lewat bagi dia.

"HOI ANAK BANDEL." Lagi Bu Purba memanggil dengan suara lantang namun lagi-lagi beliau diacuhkan.

Perempuan yang sedang berada di depan Awan pun menepuk lengan Awan dengan brutal. Membuat Awan menggeram. "Eh bangsat, ngapain lo megang-megang gue." Katanya sambil mendongakkan kepalanya, namun yang ia lihat justru seorang perempuan cantik berkuncir kuda yang sedang melotot padanya.

"Oh jadi kamu Awan. Maju kamu!!" Perintah Bu Purba sambil menunjuk tangannya ke arah Awan.

Dengan malas Awan pun bangkit berdiri menuju Bu Purba, dengan tampang datar. Seolah bentakan Bu Purba tersebut hanya sebuah nyanyian.

"Kamu jadi ketua kelas." Ucap Bu Purba to the point.

"Saya tolak."

"Saya tidak perduli, jawaban anak seperti kamu. Kamu tetap menjadi ketua kelas!!"

Awan mendecih. Malas berdebat dengan guru berkepala lima namun masih terlihat bugar.

Lalu Bu Purba mengalihkan padangan ke arah perempuan yang tadi mencoba membangunkan Awan. "Kamu sini!!"

Perempuan itu tampak menoleh ke arah teman-temannya, bertanya? Apakah ia yang ditunjuk.

"Kamu cewek yang alis tebal." Jelas Bu Purba

Perempuan itu menunjuk dirinya sendiri. "Saya Bu?"

"Iya kamu. Siapa lagi?" Ucap Bu Purba kesal kepada perempuan itu."Sini kamu maju ke depan!!"

Perempuan itu pun maju ke depan. Menatap bingung Bu Purba.

"Saya menunjuk kamu" Bu Minar menunjuk Awan. "Sebagai ketua kelas." Lalu Bu Minar menunjuk Perempuan di sebelah Awan. "Dan kamu, wakil ketua kelasnya."

"Loh nggak bisa gitu dong Bu." Ucap keduanya. Menatap Bu Purba kesal.

"Yang menolak, nilai Seni Budaya kalian kosong di rapot." Ancam Bu Purba

"Saya menolak." Ucap Awan pasti, tidak memikirkan konsekuensi tersebut. Sedangkan perempuan yang berada di samping Awan hanya bisa diam.

Bu Purba menatap Awan garang. Sedangkan yang di tatap hanya bersikap santai.

Lihat selengkapnya