Tidak ada yang menyangka kalau ancaman untuk menggoyahkan istana telah digerakkan begitu jauh. Pada awalnya, telik sandi istana hanya mengabarkan kalau sejumlah kelompok yang ada di sisi selatan berusaha menghasut masyarakat agar tak lagi mempercayai istana. Kelompok-kelompok ini mengadakan sejumlah pertemuan dengan dua tujuan. Pertama, merebut hati masyarakat agar mau mendukung gerakan mereka. Kedua, mengganggu kewibawaan istana melalui kabar burung soal kepemilikan tanah. Namun seperti ditegaskan Pangeran Barat, masalah kepemilikan tanah istana sekadar dipakai untuk melakukan pengalihan permasalahan. Tujuan inti gerakan mereka tak lain tetap menggoyahkan istana. Menggerogoti kewibawaan istana.
Pendekar Cin, Gumang, dan Angling secara langsung dan tidak langsung telah menyelidiki hal itu. Menindaklanjuti laporan para telik sandi, ketiganya berusaha mengumpulkan bukti agar mereka dapat membuat laporan lengkap dan kemudian melakukan tindakan secara tepat. Hal yang tak mereka sangka, gerakan di sisi selatan istana didanai besar-besaran dari berbagai sumber dan dengan sengaja telah disebarluaskan melalui berbagai cara. Bisa ditebak, sejumlah pihak akan bersimpati dengan gerakan itu dan, sebaliknya, pihak yang lain tetap berusaha menunjukkan dukungan mereka ke istana.
“Mereka akan bergerak serentak pada pertengahan bulan depan,” Pangeran Barat memberi laporan di tempat kediaman Pangeran Timur.
“Itu juga laporan yang aku terima dari sahabat-sahabat istana,” sahut Pangeran Timur. “Anak buah mereka telah disebar di sisi selatan istana. Sebagian berhasil masuk dan berpura-pura bergabung dalam gerakan itu. Untungnya, para sahabat istana telah mengirimkan orang-orang seperti Tuan Najib dan Nyonya Naila, Romanus dan Sikky, Mawinei, Famajjah, Ratu Kadek, dan Dayun,” Pangeran Timur melanjutkan. “Para utusan itu kerap bertemu di sebuah tempat dan rajin mengirimkan kabar ke istana. Pendek kata, mereka dan orang-orang yang mengutus mereka siap membantu istana.”
“Kita hanya membutuhkan satu langkah terpadu untuk melumpuhkan gerakan berbagai kelompok di sisi selatan.”
“Mereka menunggu komando dari istana. Menunggu titah Ayahanda.”
Pendekar Cin yang sedari tadi diam, kini nampak gelisah. Sejak mendapat titah dari Pangeran Barat untuk menangani permasalahan di sisi barat istana, ia memang belum pernah membuat laporan. Sejumlah kabar dan peristiwa yang terjadi di sisi sebelah barat istana masih disimpan dan sama sekali belum dilaporkan ke Pangeran Barat secara khusus.
Apa yang harus dilaporkan sebenarnya? Beberapa kali perjalanannya di kawasan barat terasa aman-aman saja. Tak ada gejolak yang membutuhkan tindakan secara langsung. Bahkan pendekar Cin kerap dipersilakan masuk ke dalam rumah dan diperlakukan sebagai tamu yang dihormati. Sajian minuman dan hasil kebun pun kerap dihidangkan selagi pendekar Cin berada di rumah-rumah penduduk.
“Kawasan barat tak ada yang patut terlalu dirisaukan, Pangeran. Beberapa peristiwa yang terjadi telah diselesaikan secara langsung oleh aparat negara. Tak banyak peristiwa yang berkait dengan istana.”
“Syukurlah. Harus kita syukuri bila aparat-aparat negara yang langsung bertindak. Kewenangan mereka memang lebih tinggi.”
“Benar, Pangeran.”
Pangeran Barat dan Pangeran Timur tersenyum senang.
“Kenapa pendekar Cin terlihat gelisah dari tadi?” tanya Pangeran Timur setengah menggoda. Sebuah godaan yang membuat pendekar Cin sedikit terkesiap. “Merindukan Rayi Mas Pameling, agaknya.”
Pangeran Baratlah yang lebih cepat menjawab. “Pasti, Kakanda Pangeran. Pasti sangat merindukan. Beberapa hari terakhir ini pendekar Cin tidak pernah bertemu Rayi Mas Pameling. Jangankan bertemu. Bertukar kabar saja agaknya tak sempat.”
“Pangeran, …,” pendekar Cin tersipu malu. Wajahnya langsung tertunduk. Tak berani menatap Pangeran Timur atau Pangeran Barat. Antara malu dan bingung sesungguhnya. Malu karena ini berkait dengan kedekatannya dengan Angling. Bingung lantaran hal ini juga berkait dengan Putri Intan. Bukankah Putri Intan adik bungsu mereka, adik Pangeran Timur dan Pangeran Barat? Bukankah mereka mestinya juga sudah tahu kalau Angling dan Putri Intan begitu dekat? Mereka pasti tahu secara persis. Tidak mungkin bila mereka tidak tahu. Wajar dan lebih pastinya, Pangeran Timur dan Pangeran Barat tentu lebih mendukung bila Angling berhubungan dekat dengan Putri Intan daripada dengan dirinya.
Dan, oh, pendekar Cin teringat pandangan mata Putri Intan saat menjemput Angling beberapa hari lalu. Saat Angling diminta menghadap Raja. Juga saat Angling dan Putri Intan pergi meninggalkan kediaman Pangeran Barat. Berjalan berdampingan. Bergandengan tangan. Setelah itu, dirinya benar-benar tak tahu di mana Angling. Bisa jadi Angling dan Putri Intan tetap berdua setelah menghadap Raja. Bisa pula, Putri Intan sengaja menahan-nahan Angling agar tak kembali ke kediaman Pangeran Barat. Atau bahkan, hingga saat ini mereka masih berdua. Entah di mana. Entah sampai kapan.
Dan tatapan sinis Lian waktu itu? Huff. Jelas-jelas Lian tak menyukainya. Jelas sekali kalau Lian tak suka bila ia dekat dengan Angling. Pendekar Cin begitu merasa kalau dirinya bukan orang yang diharapkan oleh Lian. Dan kalau bukan dia yang diharapkan, tentu Putri Intanlah yang lebih diharapkan. Salahkah aku menyayangi orang yang sesungguhnya benar-benar aku sayangi, rintih pendekar Cin kembali di dalam hati.
Tidak berapa lama, Gumang datang dengan wajah datar dan pandangan sedikit kosong. Rahangnya yang keras dan kuat pun seperti melunak. Menimbulkan berbagai teka-teka bagi Pangeran Timur, Pangeran Barat, dan pendekar Cin. Setelah memberi hormat kepada Pangeran Timur dan Pangeran Barat, Gumang mengambil tempat duduk tak jauh dari pendekar Cin.
“Perlu minum dulu, Gumang?” Pangeran Timur mencoba membuat lelucon ringan.
“Tidak, Pangeran. Terima kasih banyak.”
“Lalu kenapa wajahmu begitu datar. Seperti orang bingung. Seperti baru saja bertemu harimau galak.”
Sekali lagi Gumang memohon maaf. Menarik nafas panjang dan kemudian menghembuskannya. Sorot matanya perlahan mulai terlihat bersinar dan bibirnya mulai tersenyum.
“Kabar terbaru, Pangeran,” kata Gumang mengawali laporannya. “Greg ditangkap di Jakarta. Aparat keamanan negara ternyata sudah lama mengincarnya.”
Pangeran Timur dan Pangeran Barat menghembuskan nafas lega. “Kabar baik. Akan aku sampaikan ke Ayahanda nanti.”
“Greg ditangkap di bandara keberangkatan luar negeri pagi ini. Juga Zulfikar, Yhasika, dan Sukisno. Mereka berempat dibawa ke Mabes dengan pengawalan sangat ketat. Tetapi Sutriman meloloskan diri bersama sopirnya.”
“Ah, sayang sekali ada yang lepas,” Pangeran Barat sedikit kecewa mendengarnya.
“Kabar yang saya terima baru sebatas itu, Pangeran.”
Suasana sedikit hening setelahnya. Terbenam ke dalam angan dan pikiran masing-masing. Rasa senang dan puas tergambar, namun berhias rupa-rupa kekecewaan. Untaian pengandaian tergelar dan segera terisi sejumlah kenyataan yang terpapar. Kelegaan berkembang, seiring dengan kekesalan yang tetap bergayut.
“Setidaknya langkah-langkah yang dilakukan istana sudah segaris dengan tindakan negara yang tidak menghendaki keamanan masyarakat terganggu. Kita harus bersyukur, aparat negara sangat waspada dan menjalankan tugas dengan baik. Itu akan sangat membantu istana menghadapi persoalan yang ada saat ini.”
“Tetapi, Pangeran.”
“Ada hal lain yang ingin kamu sampaikan?” Pangeran Timur mengernyitkan dahinya.
“Kawasan di sebelah utara istana perlu lebih kita waspadai. Sejumlah kelompok di masyarakat mulai berbuat onar. Kekacauan yang mereka timbulkan sangat meresahkan dan mengganggu keamanan. Masyarakat di beberapa tempat bahkan sudah saling curiga.”
“Maksud, Tuan Gumang?” darah pendekar Cin terpancing. Sedikit mendidih.
“Ada yang merusak pipa air.”
“Aparat negara tidak akan tinggal diam untuk hal itu, Gumang,” Pangeran Barat menyahut cepat.
“Benar, Pangeran. Hanya saja, ada lagi kelompok yang dengan sengaja memanas-manasi masyarakat petani. Jatah pembagian air persawahan dibuat berantakan. Air yang semestinya dingin kini menjadi barang panas di antara mereka. Petugas kelurahan dan kapanewon sudah turun tangan, tetapi kelompok-kelompok itu begitu licik. Mereka melakukan kekacauan dengan berpindah-pindah tempat. Sengaja menciptakan kebingungan.”
Mau tak mau Pangeran Timur dan Pangeran Barat memberi perhatian lebih pada laporan Gumang yang terakhir ini. Tindakan para pengacau itu memang tak bersentuhan langsung dengan istana. Tidak terlihat kaitannya dengan upaya yang dilakukan sejumlah kelompok di sisi selatan dalam menggoyahkan kewibawaan istana. Bahkan bisa dikatakan, aparat negaralah yang akan bertindak bila tindakan yang dilakukan kelompok-kelompok itu sampai menimbulkan gesekan di masyarakat.
Namun demikian, tentu tak sesederhana itu. Selain memancing-mancing agar terjadi gesekan di dalam masyarakat, kelompok pengacau itu nampaknya juga ingin merusak tatanan budaya dalam masyarakat petani. Penjatahan aliran air untuk persawahan yang biasanya didasari musyawarah antardusun sepertinya sengaja mereka buat agar berantakan.
“Penerangan di desa-desa, utamanya yang ada di sekitar desa tertinggi lereng gunung juga dirusak. Kabar ini saya terima dari perwakilan istana yang ditempatkan di lereng-lereng gunung, Pangeran. Mereka mulai curiga ketika penerangan desa selalu terganggu setiap malam, walaupun tidak ada gangguan hujan atau angin. Di saat yang hampir sama, pencurian dan perampokan terjadi di sekitar mereka.”
“Kita harus memberikan catatan khusus tentang hal-hal ini kepada aparat negara. Itu sudah jelas tindakan yang membahayakan keamanan dan keselamatan masyarakat. Semoga aparat negara segera bertindak.”
Meskipun terlihat diam, pendekar Cin sesungguhnya tengah memutar otak. Darah kependekarannya benar-benar mendidih. Ia tak ingin kejahatan terjadi dan menyebar semakin luas. Benar, seperti yang dikatakan Pangeran Timur dan Pangeran Barat, urusan keamanan masyarakat memang menjadi urusan aparat negara. Tetapi dirinya pun tak ingin tinggal diam. Pendekar Cin ingin turun tangan dan ikut bertindak, tanpa harus melampaui kewenangan aparat negara.
Tanpa diduga, pertemuan mereka berempat di kediaman Pangeran Timur mendadak diwarnai kehadiran Gusti Bagus Mas dan Ratu Ratih. Pangeran Timur dan Pangeran Barat segera menyambut kehadiran keduanya. Begitupun dengan Gumang dan pendekar Cin yang segera memberi hormat.