Angga kecil tinggal bersama neneknya dikota seberang setelah ditinggalkan oleh ibunya. Neneknya berumur sekitar 80 tahunan, meski kulitnya keriput, dari wajahnya mengisyaratkan bahwa cantik itu abadi. Meski wajahnya hanya tersisa kulit saja, kecantikan itu tetap bersinar oleh kelembutan dan keanggunan yang dipancarkan oleh neneknya. Eyang Lasmi Si kembang ranum, begitu panggilan orang-orang menyapanya.
Dia wanita muda yang terperangkap dalam tubuh wanita renta. Tutur katanya begitu lembut ketika menyapa, serta tulang punggungnya masih lurus nan kokoh menopang tubuh yang tak muda lagi itu.
Suatu hari,Angga kecil bertanya kepada Neneknya, mengapa dulu ia tak tinggal bersama dengan kedua orang tuanya di Kota Mandala. Dari raut wajahnya, Eyang Lasmi bingung untuk menjelaskan alasan ia tidak tinggal disana. Trauma lama yang belum bisa dijelaskan kepada seorang anak seusia Angga -karena cerita lama pahit yang dibuka kembali dipercaya bisa membuka luka lama yang sudah berpuluh tahun terkubur dalam jiwa yang selalu mencoba berdamai dengan masa lalu.
Kota tempat kediaman Angga dan Neneknya itu kontras dengan Mandala. Kemiskinan dan perumahan kumuh jadi pemandangan keseharian yang tersuguhi pada setiap jengkal sudut kota.
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama terpenjara oleh siksaan mendiang Ibunya,Angga mengenal dunia masa kecil yang penuh warna dikota ini. Sekolah menjadi tempat pertamanya untuk melangkah maju melukiskan perjalanan hidupnya.
Hari pertama sekolah, Angga menggendong tas besar dengan botol minum berbentuk kucing miliknya. Angga berjingkrak- jingkarak selama diperjalanan, tangannya menyentuh dedaunan dan bunga pekarangan yang masih ber-embun -seolah-olah dia adalah artis yang sedang menyapa para fans dari atas panggung. Untuk pertama kalinya dalam kehidupan Angga, Angga merasa bahwa dia adalah pemeran utama dalam kehidupanya sendiri.
Suasana hari pertama masuk sekolah sama halnya dengan suasana pada sekolah lainnya, Anak-anak menangis tidak mau berpisah dengan orangtuanya, bersembunyi diketiak ibunya saking takutnya menghadapi lingkungan baru yang akan mereka hadapi.
"Anak-anak silahkan duduk ya, biarkan orang tua kalian menunggu diluar kelas." Beberapa duduk tenang dan beberapa yang lainnya banyak yang tantrum -takut luput dari pandangan orang tua mereka.
Di hari pertama, ibu guru meminta anak- anak untuk memperkenalkan diri. Tampak dari kaca jendela kelas,orang tua yang masih menunggu hari pertama anaknya bersekolah begitu antusias menyaksikan buah hati mereka tampil kedepan kelas.
Tiba giliran Angga, dengan tenang dan senyuman sumringahnya maju kedepan, dilehernya masih tergantung botol minuman berbentuk kucing kesayangannya. Nada suaranya begitu interaktif dan menarik perhatian teman kelasnya yang lain. Terpancar rasa percaya diri dari dalam senyumannya yang lebar membuat aura kelas yang riuh itu tenang.
"Hai dek Angga, tadi diantar sama neneknya ya? Mamanya mana?" Ibu guru bertanya sambil berjongkok agar tingginya sama dengan Angga kecil.
" Mama didalam pohon jambu belakang rumah, sedang minum racun rumput bersama ayah." Jawabnya dengan senyum tipis tanpa ada beban.