Setelah serangan tak berbalas, Angga yang masih tersungkur dibawah pohon roda gajah menatap punggung Faza dan komplotan rekan bangku belakang. Darah segar masih mengucur dari bibir, Ia bangkit sendiri, mengepalkan tinju dengan erat hingga urat ditangan mungilnya keluar berbentuk seperti akar pohon.
Setelah melap luka dari bibirnya, dengan jarak sekitar sepuluh langkah dari Faza, Ia mengambil ancang-ancang, berlari kencang menuju Faza.
Bughhh....
Tanpa sempat menoleh, Faza tersungkur jauh kedepan setelah tendangan keras dari Angga mendarat tepat dilehernya. Tendangan itu berhasil membuat bandel cilik itu sempat kejang-kejang sesaat sampai akhirnya tak sadarkan diri.
Siang bolong yang sejuk dan damai barusan berubah menjadi sebuah tragedi yang mengejutkan banyak orang. Faza dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Melihat anaknya yang lemah tak berdaya, naluri seorang ayah menuntun membalaskan dendam . Tangan dingin guru olahraga yang biasanya ringan tangan memukul, kali ini tambah ringan lagi menggunakan tangannya untuk melampiaskan amarahnya. Tamparan berkali-kali mendarat ke pipi Angga sampai bocah malang itu sempoyongan. Tak ada satupun orang yang berani menghentikan aksinya, bahkan guru-guru hanya diam menyaksikan sebuah tragedi siang bolong itu.
Setelah puas melampiaskan dendam untuk anaknya, Pak alam pun berhenti, dan mulai angkat bicara
"Jika terjadi sesuatu pada anak saya, kau akan lihat akibatnya." Ancamnya sambil mengacungkan jari telunjuk tepat diwajah Angga.
Angga pulang dengan luka lebam, dan bibirnya yang pecah-pecah akibat tamparan bertubi-tubi.