“Teng … teng … teng.” Terdengar seorang wanita bersuara dari dalam sebuah kamar di sebuah rumah berdesign minimalis dengan cat dinding berwarna Pink cerah.
“Suara tanda jam dua belas malam berbunyi,” lanjutnya lagi. “Cinderella pun menghentikan tariannya bersama sang pangeran. Dia berlari, pergi meninggalkan sang pangeran yang ikut berlari mengejarnya dari belakang.” Wanita itu duduk bersandar di tempat tidur sembari mengusap pelan kepala gadis kecil berponi rata menutupi keningnya yang kini berbaring di sampingnya.
Suasana kamar itu memang unik. Tempat tidur berbentuk kapal dengan seprei berwarna pink dan bergambar Cinderella terletak di tengah-tengah kamar. Lemari kaca berisikan boneka terletak di sisi kiri kamar. Dengan piala berjejer rapi di atasnya, membuat siapapun tahu bahwa peri kecil pengisi kehidupan sepasang manusia itu termasuk anak pintar yang telah berhasil memenangkan beberapa perlombaan yang ia ikuti. Di sisi berbeda tampak meja belajar berwarna putih bersih yang dihiasi lampu belajar bergambar kepala Mickey Mouse yang kini menyala. Beberapa buku pelajaran juga tersusun rapi di atasnya. Dan semua itu milik gadis kecil yang kini masih tampak serius mendengarkan wanita beralis tebal yang masih menceritakan kisah Cinderella kesukaannya.
“Cinderella berhenti, dan terkagum-kagum saat melihat seluruh orang berdansa di ruang tengah istana yang megah. Tersenyum saat kedua matanya terarah ke seorang Pangeran yang tersenyum padanya.”
“Bunda, kenapa ceritanya balik lagi!” potong gadis kecil berhidung mancung itu. “Itu kan udah, Bunda. Cerita Cinderellanya sudah sampai jam 12 malam, kan?”
Wanita dengan rambut lurus kecokelatan itu terdiam sesaat. Ada kebingungan di wajahnya yang mampu ditangkap gadis kecil yang kini duduk di sampingnya. Tatapan matanya teduh, namun ekspresinya seakan masih menunjukkan mimik penasaran akan cerita yang kini bukannya berlanjut malah kembali terulang.
“Bunda lupa lagi ya?” tanya gadis kecil berlesung pipi itu yang hanya dibalas wanita di sampingnya dengan senyuman tipis.
“Bunda hanya lelah. Sekarang kamu tidur aja ya, Bunda mau ke kamar dulu lihat Ayah.”
Ayara mengangguk pelan. Ia kembali berbaring dan tersenyum lebar saat wanita di dekatnya menyelimuti dan mencium lembut keningnya seperti biasa. Ia menatap sang bunda pergi dari kamar hingga menutup pintunya dari luar. Sesaat wanita berhidung mancung itu terdiam di depan pintu. Helaan napasnya terasa berat, lantas melangkah kembali menuju kamarnya yang tidak terlalu jauh dari kamar anak perempuannya berada.
Kirana membuka pintu kamar dan mendapati sang suami sedang duduk di depan laptop di sudut kamar. Ia kembali menutup pintu dan memilih duduk di tepi tempat tidur. Kembali menghela napas berat yang berhasil memalingkan wajah pria berahang tirus dengan senyuman yang selalu ia sukai sejak dulu.
“Fed,” panggilnya pelan. “kamu merasa ada yang aneh gak samaku?”
Fedi menghentikan ketikan jarinya di keyboard laptop, lantas mengalihkan pandangannya ke Kirana yang masih duduk di pinggir tempat tidur, “Aneh?”