Cahaya lampu kamar yang semula mati, secara tiba-tiba menyala yang membuat Kirana terbangun dari tidurnya. Wanita berambut gelombang kecokelatan itu memang tidak bisa tidur jika lampu dihidupkan. Kapanpun, ia bisa terbangun bahkan saat rasa kantuk menyergapnya tanpa ampun sekalipun. Kirana mengucek-ngucek kedua mata dan mengarahkannya ke pintu kamar. Duduk di atas tempat tidur dan terlihat kaget saat mendapati Fedi berdiri di sudut tempat tidur sembari membawa kue tart vanilla yang selalu menjadi kesukaannya.
Kirana mengernyitkan dahi. Menatap Fedi yang perlahan mendekat dan duduk di sampingnya dengan sebuah lilin menyala di atas kue tart. Lilin berbentuk angka tiga puluh tujuh itu kini menjadi arah kedua mata Kirana terarah, lantas kembali menatap Fedi yang masih saja menyanyikan lagu selamat ulang tahun di hadapannya.
“Selamat ulang tahun ya, Sayang,” ucap Fedi yang membuat Kirana tertawa kecil.
Belum sempat Kirana membalas ucapan Fedi, terdengar suara Ayara berteriak mengucapkan selamat ulang tahun dari pintu. Gadis cantik berponi itu berdiri di sana dengan seorang wanita berpakaian ala babysitter. Langkah kecilnya memasuki kamar dan berdiri di hadapan Kirana yang masih duduk di atas tempat tidur.
“Selamat ulang tahun, Bunda!” ucapnya dengan kecupkan lembut di pipi kiri Kirana.
“Ayo ditiup dulu lilinnya, udah mau meleleh lho!” Fedi mengarahkan kue ke arah Kirana yang masih tampak bingung dengan semua kejadian tengah malam itu. Kedua mata Kirana kembali mengarahkan tatapan ke pintu, kini ada Mbok Sumi di sana. Pembantu yang sudah bekerja hampir delapan tahun yang sudah seperti ibunya sendiri. Ia berdiri bersama babysitter Ayara dengan senyuman lebar seakan ikut bahagia dengan semua rencana Fedi dan Ayara untuk Kirana.
“Ayo, Bunda!” seru gadis kecil berusia delapan tahun itu sembari menarik tangan kiri Kirana yang membuatnya mengarahkan tatapan ke Ayara.
“Tunggu dulu,” ucapnya Kirana. “Divo mana?”
Pertanyaan Kirana menghadirkan keheningan sesaat. Ayara yang semula menampakkan ekspresi bahagia, kini mengarahkan tatapan ke Fedi yang mencoba tersenyum menenangkan saat kedua matanya beradu dengan gadis kecil itu.
“Sepertinya cuma dia yang ingat kalau hari ini bukan ulang tahun bunda,” lanjut Kirana dengan senyuman lebar yang membuat keduanya tampak kaget bukan main.
Sesaat Fedi mengarahkan tatapannya ke kalender duduk di atas meja rias milik Kirana yang terletak di sisi kiri tempat tidur. Tanggal 24 Februari di sana, dan itu adalah tanggal di mana Kirana dilahirkan ke dunia. Dia tidak salah, bahkan Ayara pun yang paling semangat dengan rencana kejutan ulang tahun ini, juga tidak salah tanggal. Fedi mengarahkan tatapannya kembali ke Kirana yang kini menatapnya bingung.
“Ternyata Divo yang cuek itu sangat mengenal bundanya ya!” Kirana mengusap kedua kepala orang yang kini menatapnya tak percaya. Mengedipkan sebelah mata ke arah keduanya, lantas menghela napas panjang.
“Tapi, Bunda. Ini tanggal 24 Februari, ulang tahun Bunda kan?”
“Ayara, bunda tuh ulang tahun tanggal 28 Juli. Bukan 24 Februari. Masih lama!”
Fedi kembali tak percaya dengan apa yang dikatakan Kirana. Semua itu salah besar. 28 Juli bukan ulang tahun Kirana, melainkan ulang tahunnya. Fedi menyentuh kening Kirana, mencoba mengukur suhu badan Kirana yang ia kira demam, namun semua perkiraanya salah besar. Kirana baik-baik saja. Bahkan sangat baik.
“Kamu mau becanda ya, Sayang?” tanya Fedi yang langsung membuat Kirana tertawa.
“Kalian yang becanda!” ucap Kirana sembari menarik pipi Fedi dan Ayara bersamaan. “Malam-malam gini nyiapin semuanya, cuma mau becanda. Aduh, kalian ini kurang kerjaan!”
“Ayah,” panggil Ayara dengan suara pelan yang membuat Fedi mengalihkan tatapannya ke Ayara yang tampak sedih.