Pelarian

Annisa Tang
Chapter #1

Awal Perkenalan

Gedung Bank Asia tampak megah dan menjulang tinggi, menyimpan segala impian dan harapan Nara setiap harinya. Dengan setelan blazer maroon dan rok pensil senada, ia melangkah masuk dengan penuh percaya diri meskipun jantungnya berdegup kencang. Ia merasa bersalah karena semalam ia telah menolak cinta pria sebaik Andi.

Andi adalah seorang marketing Kredit Pemilikan Rumah yang baru beberapa bulan bekerja di kantornya. Sebelumnya Nara dan Andi sempat saling mengejar cinta, mereka sama-sama tahu kalau mereka saling menyukai, namun tarik ulur cinta yang dilakukan Andi terhadap Nara membuat Nara Lelah. Apalagi pada akhirnya Nara mengetahui kalau ternyata Andi belum selesai dengan masa lalunya.

Seorang wanita cantik yang tampak sudah sangat akrab dengan ibunda Andi bahkan masih menghiasi laman social media pria itu.

Hal itu membuat Nara memutuskan mundur dan menerima cinta dari seorang pria yang bernama Ryan. Ryan adalah teman Nara semasa SMA dulu.

Nara sudah berpacaran dengan Ryan ketika Andi memutuskan untuk mengejarnya kembali, sehingga Nara dengan berat hati harus melakukan penolakan karena dia tidak ingin menjadi seorang pengkhianat cinta.

"Nara, ini data nasabahku, kamu bukakan dulu rekeningnya. Nanti siang dia akan datang sendiri untuk pengikatan sekaligus mengambil buku dan kartu ATMnya.”

Nara tersentak, lamunannya buyar karena pria yang sedang dia lamunkan mendadak sudah berada di depan mejanya dan menyodorkan formulir pembukaan rekening baru yang telah diisi.

“Eh iya …” Nara tergagap.

Andi tersenyum manis dan memberi kode kedipan mata kepada Nara sebelum berlalu, “Aku nggak papa kok.”

Kata-kata Andi itu justru membuat jantung Nara semakin berpacu dengan waktu, cepat dan susah untuk dikendalikan. Ia terus menatap punggung pria tampan yang berjalan semakin menjauh dari hadapannya.

“Cinta selalu datang terlambat ya Ndi,” gumam Nara.

Hati Nara masih tergugah untuk Andi, namun dia berusaha memegang komitmen dan mengambil tanggung jawab untuk tetap setia atas keputusannya sendiri. Bagaimanapun juga dia sudah memiliki Ryan.

Oh iya, Ryan! Nara tersentak. Dia lupa mengecek Blackberry miliknya.

Nara membuka laci samping mejanya dan menengok pada Blackberry yang ada di dalamnya.

Pada layar terpampang 15 kali panggilan tak terjawab.

Belum sempat Nara mengirimkan pesan singkat kepada si penelpon agar sabar sesaat lagi, seseorang langsung datang dan duduk di kursi depan meja Nara.

“Mbak, saya lihat kan tidak ada antrian juga, jadi saya langsung saja ya?”

Nara meneguk ludahnya sendiri. Sikap sempurna tentu belum sempat dia lakukan jika ada nasabah yang setelah mengambil nomor antrian tetap tidak bersedia menunggu di kursi tunggu hingga nomor antriannya dipanggil. Tetapi Nara tetap harus professional walau hatinya sedang tidak ingin tersenyum ketika menghadapi kondisi seperti itu.

“Baik Ibu, dengan Ibu siapa?”

“Saya Mira. Begini Mbak, kemarin sore saya ada melakukan penarikan uang di ATM sebesar satu juta. Uang saya tidak keluar, tapi sepertinya saldo saya sudah terpotong. Bisa tolong dicek ya Mbak?”

“Baik Bu Mira, bisa saya pinjam dulu buku rekening, kartu ATM, dan KTP-nya ya Bu Mira?”

“Ini Mbak.”

“Saya cek dulu ya Bu Mira, kejadiannya sekitar jam berapa, Ibu?”

“Antara jam 4 sampai jam 5 sore Mbak, saya pas lagi ke pasar deh itu, sekaligus mampir ke ATM karena uangnya habis dipakai belanja.”

“Baik Bu Mira, di sini saya lihat pada tanggal 25 Juni 2012, antara jam 4 sampai dengan jam 5 sore, memang sempat terjadi pendebetan sebesar satu juta rupiah, tapi oleh sistem kami langsung dikreditkan dengan jumlah yang sama, Ibu.”

“Oh gitu ya Mbak, jadi saldo saya tidak berkurang ya Mbak?”

“Mumpung belum tutup bulan, saya printkan saja bukunya ya Bu Mira, biar Ibu bisa mengecek sendiri mutasi tabungan Ibu di bulan ini apa saja.”

“Silakan Mbak. Lakukan yang terbaik saja.”

Bu Mira tersenyum manis pada Nara, membuat hati Nara yang sempat panas menjadi sejuk.

Ini yang Nara sukai dari pekerjaannya, bertemu dengan berbagai macam karakter, walaupun ada yang berperangai keras dan kasar ketika mendatangi mejanya, namun selalu berhasil luluh dengan senyuman. Kali ini bukan hanya Nara yang berhasil meluluhkan hati orang lain dengan senyuman, namun hatinya sendiri juga menjadi luluh berkat senyuman nasabah di hadapannya.

Setelah melayani Bu Mira dengan sepenuh hati, Nara mendapat panggilan dari Pak Arief, manajer operasional. Tanpa menunda, dia segera masuk ke dalam ruangan atasannya itu. Pak Arief adalah tipe atasan yang suasana hatinya mudah berubah-ubah, seperti langit musim semi yang tak menentu. Nara tidak ingin menghabiskan hari menjadi sasaran amarah Pak Arief hanya karena dianggap mengabaikan panggilannya.

“Nara, kamu sudah tiga tahun bekerja di sini. Kebetulan besok Indi cuti, jadi aku minta kamu untuk menggantikannya sementara, hanya untuk satu hari.”

Indi adalah supervisor CS, sehingga jika dia tidak masuk, diperlukan seseorang untuk mengambil alih kewenangannya dalam membuat keputusan di meja depan.

“Baik Pak, terima kasih atas kepercayaannya,” Nara menerima tanggung jawab itu dengan suka cita dan rasa syukur.

Lihat selengkapnya