“Aduh lama banget sih?” keluh Mona saat melihat Bia berlari mendekat. Ia sudah menunggu di depan gedung pertunjukan itu selama satu jam.
“Sori … sori … aku harus nunggu Mama berangkat kerja dulu.”
Perhatian Mona beralih pada plester di pelipis Bia. “Itu pelipis kenapa?”
Bia lekas menutupi plesternya dengan poni.
“Gora?” selidik Mona.
“Udah, ah. Yuk masuk, keburu telat.”
Usai bertengkar dengan Gora, niat Bia untuk nonton pentas teater malam itu makin kuat. Ia pun menelepon Mona dan ngajak ketemu di depan gedung.
Antrian di depan bilik pengecekan tiket cukup panjang. Begitu gilirannya tiba, Bia dan Mona mendekati bilik. Seketika perhatian Bia terpusat pada petugas di dalam bilik itu.
“Saga!” seru Bia.
Saga yang kaget pun menatap Bia. Kemudian ia terpana, betapa Bia malam ini amat berbeda dengan Bia yang ia temui siang tadi. Malam ini gadis itu tampak ceria dan penuh semangat.
“Kamu kerja di sini?” tanya Bia dengan mata berbinar.
“Iya. Mau nonton?”
Bia mengangguk antusias, lalu menyerahkan dua tiket untuk diperiksa Saga.
“Selamat menonton,” ucap Saga sambil menyerahkan tiket Bia kembali.
“Eh … kamu di sini sampai pertunjukan selesai, kan?” tanya Bia.
Saga mengangguk dan mulai resah karena orang-orang yang antri di belakang Bia mulai menunjukkan raut wajah yang tidak mengenakkan.
“Bi, ngobrolnya nanti aja. Tuh lihat, masih ada antrian di belakang kita. Yuk, ah,” bisik Mona sambil menarik-narik lengan baju Bia.
“Saga, setelah pertunjukan selesai, aku akan temui kamu. Ada hal penting yang harus kita bicarain,” kata Bia sungguh-sungguh.
Dua gadis itu pun masuk ke ruang pertunjukan. Sementara Saga masih termangu. Betapa hari ini aku menemui banyak hal konyol, pikirnya.
***
Pertunjukan teater itu berlangsung selama satu setengah jam. Bercerita tentang kehidupan satu keluarga yang banyak berpura-pura. Saat di dalam rumah, mereka menunjukkan diri mereka baik-baik saja. Namun sebetulnya masing-masing dari mereka memiliki permasalahan rumit, yang tidak mungkin diceritakan pada anggota keluarga lainnya.
“Ceritanya mirip banget sama aku, Mon,” kata Bia begitu mereka sampai di luar.
“Apanya yang mirip?”
“Ya, kalau di rumah harus pura-pura nggak ada masalah apa-apa. Padahal ada banyak masalah yang aku hadapi.”
“Berarti Mama kamu juga gitu, dong?”
Bia terdiam mendengar ucapan Mona.
Mereka berniat menuju tempat parkir untuk mengambil motor. Namun Bia justru menghentikan langkah Mona, karena ia melihat Saga keluar dari bilik pengecekan tiket.
“Mon, kamu tahu siapa dia?”
“Tahu. Agam Sagara. Kakak tingkat kita yang hampir DO.”