Pelita Luka Menanti Senja

Temu Sunyi
Chapter #5

Dua Mata Yang Terlalu Cemerlang

Hari-hari terus mengalir seperti arus sungai yang membawa dedaunan gugur—sunyi, tak banyak suara, tapi menyimpan cerita.

Aku mulai mengenali nama-nama, tawa-tawa, dan luka-luka kecil yang bersembunyi di balik seragam lusuh mereka.

Tapi dari sekian banyak wajah yang kutemui setiap pagi, ada dua pasang mata yang menyala lebih terang dari yang lain: Nina dan Yusuf.

Dua anak yang terlalu cerdas untuk lingkungan sekering ini. Terlalu bersinar untuk kelas yang dindingnya mulai lapuk.

Mereka seperti api kecil di tengah reruntuhan—tak saling cocok, sering berselisih soal hal sepele, tapi entah bagaimana, semua anak lain mengikuti arah kata mereka.

Maka dengan keyakinan yang tumbuh perlahan, aku menunjuk Yusuf sebagai ketua kelas, dan Nina sebagai wakilnya.

Bukan karena mereka sempurna, tapi karena mereka tampak... hidup.

Dan di tempat seperti ini, hidup saja sudah jadi anugerah langka.

Satu sore, saat anak-anak lain sudah pulang, Nina dan Yusuf masih duduk di dalam kelas.

Meja mereka penuh coretan pensil dan sobekan kertas. Di tengah keheningan, Yusuf angkat bicara, pelan tapi mantap,

“Pak... nanti kalau sudah besar, aku mau jadi guru.”

Aku menoleh.

“Oh ya? Kenapa begitu?”

Lihat selengkapnya