Ruangan kelas bercatkan kuning, berisikan empat puluhan orang itu terlihat hening dan sunyi. Hanya ada suara dari empat AC dan bunyi balikan kertas yang memenuhi sisi-sisi ruangan. Satu-dua mencoba menoleh melihat situasi di sekitar tempat duduknya, berharap ada yang menggubrisnya. Kedipan mata, jari-jari yang menunjukkan sebuah angka serta gestur-gestur aneh yang tak kumengerti.
Semua sibuk dengan kertas yang ada di mejanya masing-masing. Satu lembar soal, satu kertas coret-coretan dan satu lembar jawaban. Ada yang sibuk menghitung dengan rumus nan rumitnya, memutar-mutar kertas, tertidur pulas, dan ada pula yang malah sibuk menggambar sesuatu yang aneh bentuknya.
“Ayo, tingal dua puluh menit lagi ya!” seru pengawas, duduk di samping papan tulis.
Aku menelan ludah, terlalu sibuk memperhatikan yang lain. Melirik jam dinding di atas papan tulis, sebentar lagi pukul 12.00, waktu ujian berakhir. Masih banyak soal yang belum terisi. Sudah ku putar-putar kertas soalku, tapi masih belum ketemu juga jawabannya. Padahal sudah ku ikuti arahan soalnya, tentukan bayangan segitiga JKL dengan koordinat J(1,2), K(4,2), dan L(1,-3) pada rotasi 90 derajat dengan pusat rotasi adalah titik L.
Sulit. Ini sih gak cuman merotasikan kertas, kalau begini soalnya, yang ada perlu rotasi otak. Aku membalikkan lembar soal, mencari soal yang lebih mudah. Aku menggeleng. Sial! Semua soalnya susah, gak ada yang kumengerti. Aku menoleh, memperhatikan sekitar, berharap ada yang bisa membantuku. Harjo? Ia sedang tertidur lelap sekarang. Nugraha membalas tatapanku, namun dia juga hanya menggeleng. Putri? Tidak! Sudah cukup aku terkena ranjau pilihan gandanya.
“Psst … psst ….” Seseorang berbisik-bisik dari belakang, berusaha untuk tetap tidak terdengar. Aku menoleh, menatap sebal wajah dibelakangku setelah mendirikan kertas soalku.
“Sstt … Ris … kamu butuh bantuan? Maaf sudah membuatmu menunggu Ris. Seharusnya aku udah bantuin kamu daritadi. Tapi sumpah … kali ini soalnya susah banget, Ris. Mungkin sebagai gantinya aku bakal traktir kamu makan siang, ya? Tinggal pilih aja, nasi goreng atau ….”
“Dah cepet … mana lembar lembar jawabanmu.” Aku menyergah Prian, memotong kalimatnya, “Aku pilih nasi goreng.” Aku menyeringai ke arahnya.
Prian tergelak geli. Tangannya dengan segera menyelipkan lembar jawabannya dari bawah mejanya. Aku kembali meletakkan lembar soalku, menatap sekitar. Pengawas masih tenang di meja dan masih fokus dengan ponselnya. Ini aman, sekarang waktunya menjalankan rencana. Aku menyabet kertasnya Prian dan menukarnya dengan lembar jawabanku. Namun, tiba-tiba ia mengetuk tanganku dengan sesuatu. Tunggu sebentar, loh kok dia ngasih correction tape?
“Hey! Ngapain kamu?” Ruangan seketika hening. Pengawas itu berdiri seraya menodong jari telunjuk ke arahku. Aku terkejut, segera memperbaiki posisi duduk.
“Saya Bu?” Aku menunjuk diri sendiri. Hampir semua pandangan terpusat padaku.
“Iya, Kamu. Daritadi saya perhatiin kamu gak bisa diem. Kamu ngapain menghadap ke belakang?” Bu Siringgo masih menatapku tajam.