Tanpa terasa, Chen Xiang sudah hampir satu minggu berada di ruang pemurnian artefak ini.
Sebagai anggota Klan Liu yang mendedikasikan diri pada pemurnian artefak, Chen Xiang telah lama menghafal nama-nama peralatan dan bahan apa saja yang dibutuhkan selama proses pemurnian artefak. Jadi, yang dia butuhkan saat ini hanyalah mencari tahu langkah-langkah tentang proses pemurnian artefak.
Selama berada di ruang pemurnian artefak, Chen Xiang hanya mengamati dari kejauhan langkah demi langkah yang dilakukan oleh seorang master pemurnian artefak hingga dapat merubah sepotong besi hitam menjadi sebuah pedang pusaka.
Ia tak berani melangkah lebih dekat karena takut mengganggu mereka dan membuat mereka marah. Sebab, siapapun tahu bahwa selama proses pemurnian artefak, seorang pemurni artefak diharuskan mencurahkan semua pikirannya selama proses penempaan senjata berlangsung.
Hal ini jauh berbeda dari seorang penempa biasa yang hanya mengandalkan kekuatan fisik saja. Karena itu, kasta yang dimiliki seorang pemurni artefak lebih tinggi daripada seorang penempa biasa.
Seperti biasa, suara ketukan palu yang terdengar sangat nyaring mulai bersenandung di sekitar ruang ini.
Entah itu pagi ataupun malam, suara ketukan palu itu selalu terdengar bersahutan-sahutan bagaikan sekelompok burung yang sedang bernyanyi. Ya! para pemurni artefak di Klan Liu menerapkan sistem bergantian untuk beristirahat karena api yang ada di dalam tungku penempaan tidak boleh sampai padam.
"Sampai kapan kau ingin terus melihat dari kejauhan? Apakah kau sama sekali tak memiliki keinginan untuk memegang sebuah palu dan membuat senjata khusus untuk dirimu sendiri?"
Chen Xiang tiba-tiba dikejutkan dengan suara pria paruh baya. Suara ini memang terdengar akrab di telinga Chen Xiang karena suara ini adalah suara pamannya sendiri sekaligus penanggung jawab dari ruang pemurnian artefak ini.
"Paman Lei?! Sejak kapan anda berada di sampingku? Bukankah beberapa menit yang lalu anda masih berada di meja itu," jawab Chen Xiang gugup sambil menunjuk ke arah meja yang ada di hadapannya ketika melihat Liu Lei sudah berdiri santai di sampingnya.
Liu Lei menepuk pundak Chen Xiang sambil tertawa renyah. "Haha ... Makanya jangan pernah melamun saat mempelajari sesuatu. Untung saja aku cuma berjalan menghampirimu. Coba kau bayangkan bagaimana jika aku melempar palu yang ada di tanganku ini saat kau sedang melamun."
Chen Xiang yang kehabisan kata-kata untuk mencari alasan hanya bisa tersenyum kecut. Ia tidak pernah mengira jika konsentrasi yang ia miliki bisa dikalahkan oleh rasa bosan dan membuat jatuh dalam lamunan.