Pembalasan Setimpal

Desi Puspitasari
Chapter #12

ANGKONG CINTA YANG DIDORONG SOSOK TANPA KEPALA

Tita ditemukan dalam kondisi jiwa yang sangat terguncang. Napasnya masih ada. Suara tarikannya terasa begitu menyakitkan. Kedua matanya membelalak. Tatapannya terkunci pada satu titik tepat di mukanya. Mulutnya membuka lebar, merintih ketakutan.

Kerumunan santriwati dalam naungan langit subuh yang masih gelap menyaksikan tanah yang menimbun Tita disingkirkan dengan hati-hati.

Ustazah sudah meminta mereka untuk kembali ke kamar tapi gelombang penasaran terlalu besar untuk dilawan.

"Kenapaa...? Kok, sereemm...!"

"Itu Tita, kan? Dia diapain?"

"Masa, sih, mau dikubur hidup-hidup?"

“Siapa pelakunya?”

Tidak ada yang tahu siapa pelakunya. Gadis yang malang di dalam lubang itu tak bisa ditanya-tanya

Tubuhnya membujur kaku ketika dinaikkan tandu.

Tita kembali merintih. Kali ini bukan rintihan minta tolong namun sebuah tembang berbahasa Jawa, “Lir ilir, lir ilir, lir ilir....

Sirine ambulans menjauh membawa gadis malang itu ke rumah sakit.

Para anggota keamanan pondok saling adu pandang. Sesuatu tak pasti yang sifatnya ngeri merambati tengkuk mereka satu persatu.

Para santriwati kembali ke kamar sambil terus berbisik-bisik. Tak ada lagi yang berani berjalan sendiri. Minimal berdua— bila perlu bergandengan dengan tangan gemetaran.

Gita turut bergegas kembali ke kamar. Disusul teman-temannya yang lain. Dinni masih meringkuk di tempat tidur.

Tak ada yang mengajaknya bicara. Semua masih ketakutan dengan penampakan yang telah dilihat Maya. Kini bertambah dengan peristiwa Tita.

BRAKK!

Pintu kamar dibuka kasar. Hari belum juga terang. Gelap belum sepenuhnya sirna ketika ketua keamanan pondok merangsek masuk kamar Hamasah-5.

“Mana anaknya?” tanya Trias dengan mata nyalang.

Penghuni kamar terperanjat. Tak disangka-sangka Trias akan merongrong kamar mereka.

Bola mata Minem memberi kode ke arah tempat tidur Dinni di pojok ruangan.

Trias menyambar pakaian Dinni, memaksa gadis itu bangun dari tempat tidurnya.

Dinni tergeragap kaget. Tubuhnya yang hendak jatuh dipaksa kembali duduk.

Trias menarik telapak tangan Dinni. Kotor oleh butiran pasir, yang juga menyelip di sela-sela kukunya.

Trias menendang kedua kaki Dinni hingga roknya menyingkap. Telapak kakinya juga kotor bekas tanah.

“Ketangkap basah kamu, y—“

Gita menahan tangan Trias yang hendak menempeleng Dinni. Mereka saling mendelik dan adu tenaga.

“Kamu tampar dia, aku ADUKAN kamu pada Ustazah!” desis Gita dengan mulut mengatup. “Banyak saksinya di sini, kalau kamu berani melakukan kekerasan pada santri.”

Trias menurunkan tangan dengan rahang mengeras.

“Aku sudah curiga,” kata Trias gusar. “Sekarang aku sudah punya buktinya.”

“Curiga apa? Bukti apa?” tanya Yayuk takut-takut.

Anggota keamanan pondok yang lain mundur selangkah. Mereka mendukung Trias tapi tak mau bila sampai terlibat urusan dengan Dinni. 

“Pasti dia yang menyakiti Tita. Menyeretnya keluar, menguburnya di halaman belakang pondok, menakut-nakutinya sampai histeris.”

Trias kembali menarik tangan Dinni sampai gadis itu meringis kesakitan.

“Tangan, kuku, dan kakinya kotor tanah!” Trias mendelik. “Heh! Kamu apain temanku?”

“Dia nggak ngapa-ngapain Tita!” Gita menepis tangan Trias. “Sepanjang malam dia tidur di kamar."

Gadis itu balas menantang tatapan ketua keamanan pondok.

“Saat Tita ditemukan dan dibawa ambulans, Dinni berdiri di sebelahku terus. Tangan dan kakinya kotor karena jatuh –terserimpet tali sepatunya sendiri!”

Tina membuang tatapannya keluar kamar. Terang-terangan Gita sedang menyindirnya.

Afwan, Dinni pakai sandal jepit jadi nggak nungkin terserimpet tali sepatu.” Gita meralat kalimatnya dengan tenang. “Dia jatuh terpeleset karena tanah di lapangan basah dan licin.”

Trias mengedarkan pandangan berang ke arah penghuni kamar Hamasah.

“Aku melihat Gita dan Dinni berdiri bareng, kok” kata Yayuk takut-takut.

Minem dan Maya saling pandang. Mereka tak mau mendukung Gita dengan alasannya masing-masing. Sementara tiga teman yang lain mengangguk yang disamarkan dengan gerakan menunduk.

Tangan Yayuk gemetaran. Ia tak berkata yang sebenarnya. Keputusannya diambil karena gadis itu sudah tak tahan dengan perlakuan Trias yang semena-mena.; hampir setiap malam menyeret Dinni keluar, hingga tak lama kemudian temannya kembali sambil tersedu-sedan menahan isak tangis.

Yayuk sangat ingin membela Dinni dan melawan Trias. Sayangnya, keberanian gadis itu hanya sebatas bersembunyi sambil gemetaran di balik selimut.

Gita menoleh. Tatapannya sangat berterima kasih. Saat ini ia dan Yayuk sedang bersekongkol menimba dosa karena berdusta. Tapi, memangnya pembelaan apa lagi yang bisa mereka lakukan?

“Kamu bisa nembang Jawa, Din?” tanya Gita tiba-tiba.

Lihat selengkapnya