Aku membayangkan wajah sumringah dari Mada. Pasti lelaki itu bahagia sekali jika hidup tanpa diriku barang semenit saja.
Tapi sedihnya aku sangat merindukannya. Aku pasti sudah dibunuh oleh panas asmaranya sejak pertama bertemu.
Memikirkan semua itu membuatku kembali ke alam sadar, sedari tadi aku menatap ke arah keluar kaca, sampai pantulan diriku terlihat di sana. Dia sangat berbeda dari yang aku lihat sebelumnya. Dalam hati aku terus bertanya ke mana manusia kucel tadi? Yang ada di hadapanku hanya lah gadis berambut panjang model Curly dengan warna rainbom, dia mempunyai tindik di hidung, make-upnya juga terlihat seperti kuda poni, butuh tanduk untuk menyamakannya. Seragamnya beda tapi anehnya wajahku masih tetap sama.
Aku terlihat seperti orang baru yang memulai hidupnya kembali. Kalau saja ayahku melihat, pasti beliau mengatakan dimana semua uang yang aku pakai untuk menginvestasikan rambutku? mending dipakai makan.
"Argh!" erangku antara ingin berteriak bahagia atau tertekan.
Barista yang bernama Carlie rupanya memperhatikanku buktinya dia mendatangiku dengan wajah khawatir.
Aku menatap sinis, sekarang aku tahu alasan laki-laki itu tersenyum seperti madu. Dia berlaku baik kepada wanita cantik yang hinggap di tubuhku bukan sebagai diriku yang asli.
Rasanya kesal sekali, tapi kalau dipikir kembali harusnya aku memanfaatkan semua perhatian itu, anggap saja dunia sedang berbaik hati memberikanku secuil tahi kukunya untuk membuatku bahagia.
"Apa kamu baik-baik saja?" Aku tersenyum mendengarnya.
Kali ini aku akan mengubah sikapku sesuai penampilanku. Aku mengangguk manja sebagai jawaban sambil menopang daguku. Kakiku ikut menyilang di hadapannya memperlihatkan sepatu high heels yang kupakai berwarna senada dengan rambutku.
Niat yang sebenarnya ingin membuat dia ilfil tapi yang ada laki-laki itu malah tertawa pelan menunjukkan derata gigi kelincinya yang lucu.
"Kamu terlihat seperti anak kecil yang ingin berpenampilan dewasa."
Mendengar hal itu rasanya seperti di tampar kenyataan, kakiku jatuh ke tempatnya semula. Tanganku juga kembali di bawah meja, aku menunduk dalam, harusnya aku mengingatkan diriku untuk tidak terlalu Percaya diri.
Carlie mengelus kepalaku, dia beralih duduk di didepanku sambil mengangkat daguku. Aku menatapnya sambil berkaca-kaca, tanpa sadar air mataku menetes.
"Kamu tadi ingin mengodaku ya? Tidak perlu sampai seperti itu, aku sudah menyukaimu sejak kamu turun dari bus."
Aku menghapus kasar bening embun yang hinggap di pipiku, sekarang aku tidak lagi drama, aku butuh pulang untuk menyembunyikan wajahku, sekarang aku ingat! Bus!