Pemberhentian bus terakhir

Nicanser
Chapter #3

Bus penuh rasa syok

Lamunanku pecah saat klakson menyadarkan, aku berbalik menatap tangan Mada yang refleks menarik tali BH ku agar tidak melewati lampu merah.

Lelaki itu segera menarik tangannya dan menyembunyikan di saku celana, serta ocehan ngawur yang mulai merajelela dia lontarkan.

Aku hanya diam tidak tahu harus merespon apa atas tindakannya, apa butuh di apresiasi karena sudah menyelamatkanku? atau sebaliknya sebagai tindakan kriminal yang tidak di sengaja? Hmm takdir memang suka bercanda.

***

Aku sampai di sekolah dengan selamat sentosa, saat baru saja duduk di kursiku dengan tenang, ponselku berbunyi di saku rok. Aku mengambilnya dan mulai duduk membaca notif pesan yang ingin membuatku mual.

Kita boleh ketemuan, ga?

Ternyata laki-laki itu benar-benar mengincarku. Aji orang yang sangat kuhindari kini mulai mensemayat di gawai berwarna pink helo kiti itu : entah karena lawan jenis lain di muka bumi ini sudah punah atau dia butuh seseorang untuk menyembuhkan hatinya yang sedang luka akibat ditolak mentah-mentah oleh temanku.

Aku masih baik mau membalasnya dan dia tidak punya malu untuk mengirimkanku pesan, seputus asakah dia sampai memilih diriku yang tidak ada bagusnya ini? Apa yang harus dia banggakan dalam diriku? Selama camping aku hanya duduk diam mendengar mereka bicara, aku bahkan tidak sampai mencolok seperti teman-temanku. Seharusnya dia peka kepada orang sepertiku yang tidak ingin di masuki hidupnya!

Refleks aku membanting meja hingga sepasang mata banyak yang tertuju padaku.

"Apa yang kamu lakukan Aya?" Seorang wanita tua yang aku kenal sebagai guru mata pelajaran hari itu hanya bisa ku berikan senyuman canggung.

"Maaf Bu, tadi ada kecoak."

Kalimat itu bukanya sebagai alibi malah membuat seisi kelas gempar, mereka berjingkrak-jingkrak ketakutan, berdiri di atas meja dan ada juga yang lari keluar ruangan, menyisakan aku yang menatap mereka dengan tatapan sendu, aku membiarkan semua itu lalu menatap ke luar jendela, di bawah sana ada Mada yang sedang main bola bersama teman-temannya.

Aku melihatnya penuh harap, aku menginginkan dia mendapatkan yang lebih baik.

***

Saat bel istirahat berbunyi aku menghabiskan waktuku menghayal, makananku hanya kusentuh di ujung sumpit, aku memikirkan banyak hal sampai rasanya kepalaku mau muncrat mengeluarkan unek-uneknya.

"Ya? Aya!"

Aku menoleh kaget, mendapati Lisa menatapku penuh kesal.

Lihat selengkapnya