Aku membalik hapeku di meja dan mengecilkan volume suaranya, untung saja lagu panggilan masukku hanya berbunyi suara Iqbal kw kamu nannya berulang-ulang.
"Siapa yang muter itu njir?" gumam Lisa kesal karena selalu mendengar kata viral itu dari beberapa anak cowo di kelas kami.
"Hehe, sorry alaram soreku." Aku berbicara dusta dan tampaknya dia juga percaya dengan menunjukkan sikap bola mata yang memutar.
"Yaelah, yudah aku cabut duluan ya!" Lisa beranjak berdiri. "Mintol bayarin, nanti aku bayar di sekolah!" Aku mengangguk gugup setelah itu dia berlari sekuat tenaga ke arah yang berlawanan dari rumahku.
Aku bernapas pelan tapi tidak sampai situ sebuah tangan memegang bahuku hingga membuatku kaget.
"Ah cagya!"
Sipemilik tangan juga ikutan kaget.
"Kenapa sampai seperti itu?" Dia bahkan merasa bersalah dengan kehadirannya, dia juga baru bergabung setelah kepergian Lisa.
"Kakak sih tiba-tiba datang, gimana gak kaget?" Padahal aku baru saja berusaha lari dari panggilannya.
Dia mengangkat ponselnya yang sedari tadi dia letakkan di telinga. "Kau tidak menjawab makanya aku kemari."
Aku pura-pura membalikan ponselku yang ada di meja. "Oh, maaf aku baru liat kak."
Mada mengembalikan ponselnya yang berwarna hitam di sakunya, lalu menoleh mencari orang yang aku liat tadi.
"Ngapain telpon?" tanyaku to the point untuk mengalihkan perhatiannya.
"Kata temanmu kau bolos, jadi aku menelponmu, ternyata kau disini untuk bertemu seseorang."
Aku menghembuskan napas pelan, diperhatikan oleh orang yang disukai memang menyenangkan tapi kalau itu karena ayah itu terasa sia-sia. "Sudahlah, aku balik dulu ya!"
yang penting kak Mada udah liat aku kan?
"Tunggu!" Aku terhenti saat hendak berdiri.