Pemberhentian bus terakhir

Nicanser
Chapter #9

Bus penuh jebakan

Ucapan Tomi terngiang-ngiang, haruskah aku percaya dengan semua itu? Atau berpura-pura amnesia? Aku tidak tahu harus bicara apa saat bertemu Mada nanti? Bisa saja dia membicarakan semua itu di depan ayahku kan? Bagaimana aku bisa menjelaskan hal itu?!

"Ngelamun aja?" tegur seseorang membuat lamunanmu pecah. Aku menoleh mendapati Lisa dengan model rambut barunya.

"Rena udah pulang ya?" Aku bertanya sambil melihat sekeliling keberadaan Rena.

Lisa tidak menjawabku dia sibuk dengan ponselnya. Sudah dipungkiri kalau kami searah sedangkan Boni dan Rena sebaliknya. Jadi tidak heran kalau aku bertemu dengan Lisa di jalan menuju bus.

"Katanya cuman cuci rambut kok sekarang jadi di ruba? Mana keliatan berantakan lagi."

Lisa terdiam sesaat kemudian melirik ke kanan dan kekiri. "Jangan bilang-bilang ya?" bisiknya seperti merasa terancam.

Aku ikut menutup mulut sambil mendekat padanya. "Iya," balasku ikut berbisik.

Lisa menatapku dengan tatapan berbinar sambil menunjukan ponselnya di hadapanku, dia memperlihatkan satu postingan foto di Instagram milik seseorang. Disana terlihat ada foto figure seorang gadis membaca buku dengan keadaan sampul terbalik.

"Jadi?" Jujur saja aku bingung kenapa dia kelihatan ketakutan hanya untuk menunjukkan foto seseorang?

"Aku ikut model rambut gadis yang di posting Juno, gitaris terkenal itu!"

Aku menatap Lisa tanpa ekspresi, aku tidak tahu kenapa orang-orang seperti Lisa harus mengubah diri hanya karena ingin terlihat mirip dengan orang yang disukainya.

"Disalon emang gak ada kaca ya?"

"Omg Aya! KauĀ gak tau yang lagi viral? Ini namanya rambut model shaggy layered hair."

"Terserah kau deh." Aku memilih mengalah sambil melanjutkan langkahku.

"Huh kudet! Besok dia mulai pertunjukan di taman kota emang kau gak ikut?" sambarnya di sampingku sambil menunjukan poster acara itu di depanku.

Aku menepis poster di depanku dan terus berjalan, aku sungguh ingin tidur dan tidak ingin mendengar ajakan semua orang.

"Nanti aku lihat," jawabku malas.

Lisa terus berceloteh menceritakan betapa serunya acara itu, dia bahkan tidak sabar untuk datang pertama, pembicaraan itu tidak berhenti saat turun bus sekalipun, kupingku hampir tuli di buatnya, tapi akhirnya cerita itu berhenti di pertigaan jalan tempat kami pergi ke rumah masing-masing.

"Yah gak seru!" keluhnya.

Aku menepuk bahunya memberi semangat.

Lihat selengkapnya