Saat situasinya menegang kami tidak berani berbicara.
Gadis yang membentak kami tertawa meremehkan sambil berkata.
"Kalau mau gatal itu bukan disini, cari tempat lain! bikin orang gak selera makan aja."
Dia hendak pergi tapi aku langsung mencegat tangannya, aku tidak tahu kenapa melakukan hal itu yang pasti di dalam diriku yang paling dalam, ada yang terluka dengan perkataannya, aku sudah menceritakannya dari pertama kalau aku itu orang yang gampang tersinggung. Hingga berbuah menjadi overthingking.
"Kenapa?" ujarnya sengit apalagi aku menguatkan genggaman di tangannya
"Kakak pikir kakak saja yang tidak selera makan? Kami juga setelah ini tidak akan berselera makan karena ucapan kakak. Aku bisa paham kalau kakak memarahi kami karena berisik, tapi tujuan kami tidak seperti yang kakak katakan."
Aku berusaha menahan diri agar tidak meledak tapi perempuan itu malah membuat balon kesabaranku pecah.
"Yasudah lepaskan tanganku!" bentaknya meringis kesakitan. Perlahan aku melepaskannya dan membuatnya pergi.
Lagi-lagi kami menjadi tontonan, mungkin setelah ini banyak adek kelas yang mulai berani sama kakak kelas akibat ulahku, aku hanya ingin kakak kelas terlihat seperti orang yang terhormat dan sigani tapi tindakannya malah membuatku ilfil.
"Ya! Kau berani banget," bisik Lisa sambil terus memperhatikan kakak kelas itu yang perlahan menjauh.
"Kak Sena kalau dari dekat cantik banget ya," lanjut Rena terdengar insecure.
Kalian mungkin tidak asing dengan nama Sena, perempuan yang ditolak oleh Soni_laki-laki yang pernah memberikan Yakult.
"Jangan bilang dia ngamok gitu karena liat Soni bagi Yakult waktu hari tu," bisik Lisa di anggukan mantap oleh Boni.
Dalam hati aku membenarkan hal itu, padahal dia cantik kenapa malah mencintai orang yang tidak mencintainya, dia bisa saja menerima perasaan cowo lain yang menembaknya tapi memilih yang tidak bisa digapai. Aku tidak ingin berbicara tentangnya, aku tidak punya waktu mengurusi urusan orang lain yang di pikiranku hanya tertuju pada bus, tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana, sama siapa aku harus bertanya semua itu.
***
Bel masuk berbunyi kami sudah berada di kelas, saat guru asik menjelaskan aku sibuk menghayal dengan pikiran yang masih tertuju pada bus itu hingga sebuah kalimat yang ibu Ratih jelaskan membuatku taralih.