Pemberhentian bus terakhir

Nicanser
Chapter #14

Bus penuh kelam

Suara itu milik Boni, dia mengigau. Tanpa sadar Lisa menamparnya hingga bangun. Kami memutuskan tidak melanjutkan cerita horor. Waktu pun cepat berlalu, bus datang dan kami berpisah malam itu.

Aku bisa saja pergi menemui salah satu dari ketiganya menggunakan bus tapi kali ini aku tidak bisa, aku takut Lisa akan curiga kalau berbohong lagi soal disuruh ayah membeli barang sampai tengah malam.

Saat sampai di rumah, disana sepi hampir sama dengan pemilik rumah sebelah siapa lagi kalau bukan Mada. Cukup laki-laki itu yang menghilang, jangan juga dia mengajak-ajak Ayah menjadi partnernya.

Aku mengetuk pintu, tidak ada sahutan. Aku menelpon ayah tapi tidak ada sambungan. Aku hendak ingin mengirimkan pesan tapi pesanku berturut-turut meminta izin bermalam dirumah teman saja belum di balas olehnya. Sudah dua hari aku bermalam dan aku baru mencemaskannya sekarang? Kemana diriku selama ini?

Hatiku jadi gusar, aku terus mengendor pintu itu tapi tidak juga terbuka, dengan segudang keberanian aku mengecek rumah Mada, dan hasilnya juga sama. Akhirnya dengan membuang semua harga diriku, kucoba untuk menelpon Mada sambil mengingatkan pada diriku untuk tidak melakukan hal lebih dan hanya bertanya soal Ayah.

Terdengar nada sambung, setelah itu disusul suara berat Mada.

"Ya?"

"Maaf kak mengganggu waktunya. Aku hanya ingin bertanya, apa Ayahku ada bersama kakak?"

Hening sejenak terdengar hembusan napas kasar di sebrang telepon.

"Kak?" ujarku gugup setengah mati.

"Kenapa baru cari sekarang?" ucapan itu tepat sekali menusuk jantungku.

"A-aku ...."

"Pergilah ke rumah sakit Bakti jaya, ruang mawar." Setelah itu nada sambung terputus bersamaan dengan air mataku yang mengalir di pipi.

Rasanya sesak sekali, kupikir hidupku akan terus bercanda ternyata serius pun bisa bahkan lebih mengerikan dari yang kuduga. Dengan cepat aku berbalik arah sambil terus berlari tidak memikirkan waktu yang mendekati fajar.

Untungnya rumah sakit itu tidak jauh dari rumahku dan tidak perlu naik bus hanya melewati lampu merah dan pertigaan saja hingga sampai kesana. Kalau ayah sampai sakit berat aku tidak akan memaafkan diriku sendiri.

Dengan buru-buru aku masuk, tanpa sadar disana ada Cleaning service yang sedang mengepel, aku terjungklai dengan kepala yang mendarat ke belakang, kalau andai saja aku tidak meninggalkan tasku di depan rumah pasti benda itu masih bisa menolongku.

"Adeknya hati-hati," ucap bapak-bapak yang sudah berambut putih. Aku bangun sambil mengangguk patah-patah. Dengan tidak memikirkan keadaan aku bangkit dan segera mencari ruang Mawar di sepanjang koridor.

Mataku menjelajahi ke atas pintu tempat informasi itu berada. Langkahku memelan saat menemukannya. Air mataku tidak bisa berhenti jatuh saat memasuki ruangan itu. Disana ada seorang laki-laki yang terbaring lemah di atas ranjang pemeriksaan sedangkan di kedua sisinya ada Mada dan ayah yang sedang menatapku bingung.

"Aya? Kau baik-baik saja?" ujar Ayah menghampiriku.

Lihat selengkapnya