Kami duduk bersama di ruang tv, mereka membawa banyak makanan dan asik bergosip. Mereka juga katanya bolos karena tidak dapat izin dari ketua kelas, pasalnya hari itu ujian. Aku bahkan diberi tahu ketua kelas lewat telpon untuk ujian susulan bersama ketiganya.
Aku masuk ke dalam rumah setelah selesai menelpon sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan mereka, rumahku bahkan terlihat seperti kapal pecah. Untung ayah pulang malam, aku masih punya waktu untuk membereskan semuanya.
"Eh kak Mada beneran pindah ya?" tanya Lisa. Aku menoleh kearahnya sambil mengangguk. Boni dan Rena langsung menuju jendela melihat rumah kakak kelas kami itu yang terlihat sepi.
"Tau darimana?" kataku sekadar ingin tahu lebih.
"Dari Boni, sedangkan dia taunya dari kak Aji." Aku ber o riah.
"Tapi ya, kak Aji malah blok aku, barusan mau telpon tapi gak bisa, trus liat profilnya juga kosong, aneh banget gak sih!"
Aku menggaruk belakang leherku merasa tidak enak, aku tidak tahu apa ada hubungannya dengan kejadian tadi. Entah kenapa aku jadi merasa bersalah.
"Nanti tanya aja kalau udah ketemu," saran Rena.
"Tadi aku liat dia posting fotomu di sw Ya, kalian berdua dari mana?" sahut Boni. Jantungku berpacu dengan cepat mendengar hal itu.
"Pergi ke kafe, dia ngajak ngobrol." Aku mengatakan separuh dengan jujur. Tidak tahu selebihnya aku akan mengatakan bohong atau tidak saat dia bertanya nanti.
Boni dan Lisa terlihat saling memandang kemudian menunduk.
"Kenapa?" Napasku bahkan hampir habis hanya untuk mengatakan itu.
"Tidak apa-apa, aku pamit pulang ya. Ibu pasti mencariku." Lisa pergi detik itu juga. Dia menggandeng tasnya dan melewatiku dengan wajah yang terlihat sedih.
Mulutku seperti terkunci, ini adalah kesalahan fatal karena tidak jujur sepenuhnya. Aku bahkan tidak pandai merangkai kata-kata untuk menjelaskan apa yang terjadi, apalagi dengan gugup yang berlebihan, berbalik saja untuk melihatnya kakiku mati rasa.
Boni berpamitan kepada Kami berdua untuk pulang bersama Lisa. Setidaknya dia masih peka dan menjadi teman yang bisa melindungi gadis itu tidak sepertiku yang tidak bisa di andalkan.
Aku dan Rena menghambiskan hari itu dengan saling diam dengan pikiran rumit kami masing-masing. Tidak ada yang saling bertanya atau pun menjelaskan. Kami seperti hidup di dunia kami sendiri