Aku terjebak bersama ketiganya di kelas setelah sepulang sekolah, jangan tanya bagaimana kelanjutan pertemuanku dengan Carlie hari itu, dia tidak menjawab sama sekali dan menyuruhku pulang agar bisa menyelesaikan masalah itu. Sekarang aku menghabiskan semua waktuku untuk berpikir bagaimana cara mengerjakan ujian yang di berikan Tomi sang ketua kelas pada kami.
"Kamu kok gitu, sih! bantuan aku dikit Napa!" rengek Rena kesal. Tapi naasnya laki-laki itu bersikap profesional dia bisa membedakan sedang pacaran dan waktu saat menjadi ketua kelas.
Harusnya dia menuruti kata kami, tapi dia malah membuang omongan kami dan memilih berpacaran dengan laki-laki yang gila nilai itu.
Aku melihat bahu Lisa yang naik turun dari belakang karena tertawa. Gadis itu masih meladeni Rena. Pikiranku terbawa kembali saat baru masuk kelas di jam pertama, Lisa yang biasanya menyosorku dengan sapaan dan pertanyaan kini malah tidak melakukan itu lagi. Dia sibuk bermain dengan Boni dan Rena. Aku yang memang tidak pandai nimbrung pada mereka memilih mengasingkan diri sampai jam pulang dan berakhir terkurung bersama.
Rena masih mau berbicara padaku dan mengajakku ke kantin tidak dengan Boni yang terang-terangan melihatku dengan mata sinisnya. Hanya orang bernama Aji, dia sampai melakukan itu, bagaimana kalau mereka tahu kelakuan Mada saat di rotrof? Mungkin aku sudah di bully habis-habisan.
Sifatku yang memang tidak banyak bicara membuatku diam, andai saja mereka bertanya soal Aji aku pasti akan menjawab sejujurnya soal kelakuan laki-laki itu. Seperti yang di katakan Carlie kalau mereka membutuhkanku mereka tinggal datang dan mengatakan semuanya. Lagi pula pertanyaan kemarin tidak lengkap dan jelas, aku pasti hanya menjawab seadanya, mau bertanya lebih itu bukan keahlianku.
Waktu ujian pun habis kami ber empat keluar bersama. Tomi pergi membawa kertas ujian kami di ruang guru. Lisa dan Boni hilang entah kemana, Rena seperti biasa menunggu Pacarnya. Sedangkan aku memilih berjalan tak tentu arah karena terlalu banyak pikiran.
Terlalu asik menunduk, tanpa sengaja aku menabrak kaki seseorang yang sedang duduk. "Maaf," ucapku sambil melihat sipemilik sepatu. Laki-laki itu adalah Soni dia menepuk samping bangkunya menyuruh untuk duduk. Aku menggeleng tegas, aku tidak mau lagi terlibat dengan laki-laki itu apalagi lelaki yang ada di hadapanku adalah orang yang di sukai Sena.
"Aku sudah mendengar kejadian di kantin, aku mengantikan Sena untuk minta maaf."
Hello? Gak salah dengar kan? Untuk apa dia melakukan perbuatan laknat itu. Aku berusaha menahan mulut manisku untuk tidak melontarkan kata-kata suci itu.
"Aku juga minta maaf karena semua itu adalah salahku, aku dengar Sena cemburu saat aku memberikan Yakult. Tapi itu memang untukmu bukan untuk membuatnya cemburu." Kata itu terdengar lirih dia terlihat tidak bertenaga hanya untuk menyebut nama Sena.
Lagi-lagi aku tidak merespon dan duduk melainkan berdiri sambil menunggunya selesai bicara.
Aku tidak tahu haruskan aku berteriak Waw? Seorang Soni yang jago main basket kini malah menyukai perempuan kucel sepertiku? Dia tidak katarak, kan?
Aku bahkan harus menghembuskan napas kasar berulang kali untuk membuat hatiku tenang.