Pembohong Ulung

Rizal Syaiful Hidayat
Chapter #8

Seperti air putih di siang hari

Lima hari sejak hari pernikahan telah berlalu, aku masih kepikiran Apakah aku harus menghubungi Arto terlebih dahulu. ”Apa kamu gak ada kenalan sama pria lain lagi atau mungkin temenmu lah, kalau gak mau dijodohin lagi, kamu itu seharusnya juga usaha biar cepet ketemu sama jodohmu! Ibu sama Bapakmu benar-benar khawatir kalau kamu nanti gak ada yang mau sama kamu!” dengan wajah serius ibuku selalu memohon kepadaku untuk berusaha mencari pasangan hidup setiap saat keluarga kecil kamu berkumpul. Aku pun menyadari bahwa kedua orang tuaku menginginkan yang terbaik untukku dan saat mereka berbicara seperti itu aku pasti merasa kesal, namun ada kalanya aku mendengarkan mereka dengan seksama tanpa mengeluh sedikitpun.

Setelah memikirkan matang-matang, akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi nomer yang ada pada kartu nama milik Arto. Dua belas nomer pada akhirnya telah selesai aku ketik pada layar Ponselku, namun aku terhenti beberapa saat dan ragu untuk menekan tanda dial yang berwarna hijau. Apakah dia memang benar-benar pria baik dan Apakah dia benar-benar lelaki yang harus aku dekati? Dua pertanyaan tersebut muncul di dalam kepalaku, dengan pikiran yang masih sedikit ragu aku pun menelpon Arto.

Nada berdering berlangsung cukup lama, tapi aku berusaha untuk tetap menunggu hingga ia mengangkat telpon. “Halo?” aku berusaha untuk menjawab satu kata sederhana tersebut, namun aku masih saja tak bisa berucap selama beberapa detik.

“Siapa ini? Setelah beberapa detik Arto pun juga berhenti berbicara, saa itu tarikan nafasnya terdengar jelas dan membuat pikiran wanita polos sepertiku ke mana-mana.

“Ini benar nomernya Arto?” akhirnya sebuah kata-kata yang cukup klise keluar dari mulutku, jelas-jelas namanya sudah tertera di atas kartu namanya dan kenapa aku harus bertanya seperti itu lagi.

“Hehehe ….” Sebuah tawa kecil terdengar dari Handphone, pikiranku sudah tak karuan ketika mendengarnya karena kalau-kalau ucapanku tadi salah.

“Ini nona yang ada di pesta pernikahan?” Arto bertanya kepadaku dengan nada riangnya, tetapi entah kenapa saat itu aku merasa ada yang aneh dengannya.

Lihat selengkapnya