Aku mendengar suara keramaian dalam kegelapan dan dengan perlahan aku membuka kedua mataku, terlihat lampu neon putih yang ada di langit-langit sedikit menyilaukan pandanganku. Semua yang kabur nampak mulai jelas di dalam mataku, aku berusaha mengangkat kepalaku dari tempatku berbaring. Melihat sekeliling semuanya serba putih dan bersih, aku pun melihat orang-orang yang berpakaian putih. Awalnya aku mengira itu akhirat, namun ternyata itu hanyalah sebuah tempat yang bersinggungan dengannya yaitu rumah sakit.
“Tolong berbaring… anda belum boleh banyak bergerak.” Seorang Suster berbicara padaku saat mengecek keadaanku. Beberapa menit kemudian setelah pikiranku kembali, aku baru sadar kalau belum membayar ongkos taksiku. Dengan berjalan tertatih-tatih dan tanpa diketahui oleh orang lain, aku berjalan dengan infus di tangan menuju ruang tunggu. Untungnya sopir taksi yang mengantarku tadi masih belum pergi.
“Maaf Pak nunggu lama! “ sopir tersebut terlihat duduk sendiri di salah satu bangku ruang tunggu, ia tersenyum melihatku.
“Mbaknya gak kenapa-kenapa kan?” sebuah pertanyaan yang tak kusangka, ia terlihat sangat mengkhawatirkanku. Aku pun duduk di sampingnya dan tak lupa mengambil uang yang ada di dompetku.
“Enggak Pak… makasih, maaf tadi ongkosnya berapa ya?”
“150 aja Mbak!”
“Ini buat ongkos yang tadi, sama ini bonus buat Bapak karena sudah nganterin saya ke rumah sakit?” aku memberikan dia uang 300 ribu, itu kulakukan sebagai tanda terima kasihku.
“Makasih Mbak… saya ambil secukupnya saja!” Bapak sopir taksi tersebut hanya mengambil uang sejumlah ongkos yang ia katakan.
“Kok yang ini gak diambil Pak?” aku menyodorkan sisa uang yang aku berikan kepadanya, “Ini tanda terima kasih saya karena telah mengantarkan saya ke rumah sakit, apalagi Bapak harus nunggu lama di sini.”
“Gak usah Mbak … ini aja udah ada lebihnya. Saya ikhlas bantu Mbak ya tadi, semoga lekas sembuh.“ Ia menolak imbalanku dengan sopan.
“Saya juga ikhlas, ini buat Bapak!” tangannya sama sekali tak mau menerima pemberianku.
“Gak usah Mbak!”