Pembohong Ulung

Rizal Syaiful Hidayat
Chapter #17

Ajakan yang baru pertama kali

Laila dan Retno menatapku dengan tajam saat mereka tahu kalau itu yang menelpon adalah Arto, ”Angkat lalu … kenapa kau diamkan saja?” Mbak Retno menekanku dengan perkataannya, meskipun begitu aku masih ragu untuk mengangkatnya di depan mereka. Pikiran aneh saat melihat Arto masuk bersama seorang wanita ke sebuah hotel masih menghantuiku saat itu, meskipun begitu aku mengangkatnya dan berusaha untuk menyembunyikannya.

“Halo, Assallammualaikum apa ada … ?” aku mendengarnya berbicara dengan suara yang bergetar, itu sempat membuatku ingin menutup telponnya.

“Ya wallaikumsallam!”

“Gimana kabar Mbak Arsya?” aku benar-benar ingin menutupnya setelah ia berbicara seperti itu dan bahkan itu membuat tanganku yang memegang HP gemetar. Setelah beberapa basa-basi, ia mengatakan ingin bertemu di akhir pekan denganku untuk meluruskan masalah yang ada. Aku sebenarnya ingin menolaknya dengan berbagai alasan, tapi saat memikirkan tentang hotel itu maka aku memutuskan untuk menyetujuinya agar aku dapat menanyakan langsung kepadanya. Kelanjutan hubungan kami bergantung pada hasil pertemuan akhir pekan itu, entah aku akan menyiramnya dengan air ataupun menggandeng tangannya lagi.

“Bukankah itu bagus? Akhirnya dia mau minta maaf duluan.” Mbak Retno mengatakan hal tersebut dengan senyuman karena ia tak tahu apa yang terjadi, sementara Laila sepertinya tahu kalau ada yang tidak beres denganku.

Setelah dengan berbagai perkataan mereka menasehatiku, satu kalimat terakhir menutup kepulangan mereka. “Semoga cepat lekas sembuh dan lekas sadar, dia bukan orang yang kau cari aku rasa!” perkataan terakhir Laila sebelum meninggalkan rumahku, “Semoga lekas sehat pikiran maupun hatinya!” perkataan dari Mbak Retno yang sedikit membuat tubuhku terasa hangat setelah mendengarnya.

Aku kembali ke dalam kamar untuk istirahat, sesaat kemudian rasa sunyi mulia menyiksaku dan itu terjadi karena aku mulai mengingat Arto. Siapa dia sebenarnya? Kenapa ia melakukan itu? dan siapa wanita itu? Adalah pertanyaan yang baru muncul di benakku meskipun sudah beberapa hari kejadian itu berlalu.  Aku baru sadar kalau aku tak terlalu mengenal Arto dan itu menggangguku. Tiba-tiba perkataan Arini terlintas di benakku, ia pernah berkata kalau Arto adalah sepupunya. Dengan segera aku menelpon Arini, meskipun waktu sendiri sudah menunjukan pukul sebelas malam.

***

“Siapa Arto?” pertanyaan yang aku lontarkan sesaat setelah Arini mengangkat panggilanku, ia terdengar menguap saat mengangkatnya dan setelah itu tawa kecil mengikutinya.

“Kenapa? Kau sendiri sudah tahu siapa dia kan?” Arini malah balik bertanya kepadaku, dia seperti mengiyakan rasa ingin tahuku. “Kau ingin aku menjawabnya bagaimana? Indah tapi penuh kebohongan atau… busuk tapi penuh kebenaran?”

Aku ingin segera menutup telponnya, namun rasa ingin tahu membuatku menahan rasa kesal itu. “Mungkin saja… kau memang benar, tapi aku ingin tahu kisahnya!” Arini kembali tertawa setelah mendengar perkataanku.

Lihat selengkapnya