“Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh…!” hari Minggu pagi aku mengikuti kajian di masjid yang masih berada di daerah rumahku, aku merasa sesekali ingin mendekatkan diri kepada-Nya dan saat itu tema yang dibahas adalah tentang Surga. Ada satu bagian yang sedikit memancing rasa penasaranku, yaitu pada bagian apa isi Surga itu.
“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya”. [Az-Zukhruf :71] adalah arti dari potongan ayat yang terdapat dalam Kitab suci Al-Qur’an dan diutarakan oleh Ustadz di atas mimbar masjid.
Dia juga menjelakan bahwa maksud dari ayat itu bukan hanya sekadar untuk benda saja, kata ‘diingini’ di dalamnya bisa merujuk pada apa saja. Entah itu segala seuatu yang nampak maupun tidak, bahkan untuk pribadi atau orang yang kita inginkan untuk ditemui di Surga.
Saat sesi tanya jawab tiba, aku berinisiatif untuk mengajukan pertanyaan, tentunya itu tak jauh dari permasalahku saat itu. “Apakah kita bisa bertemu tambatan hati saat berada di Surga?” bertanya seperti itu meskipun aku sendiri belum punya pasangan.
“Bisa, maksud Mbak suami kan? Ada beberapa riwayat yang memang menyingung hal tersebut dan bahkan kita bisa memilih dengan suami mana kita akan bertemu, maksud saya adalah suami yang terpisah karena mati atau suami yang tak terpisah hingga mati karena kita tak pernah tahu isi hati.” Sang Ustadz menjawabnya dengan cukup jelas, tapi bukan itu yang kumaksud. Aku sendiri berandai jika kalau yang Maha Kuasa memanggilku dan aku masih belum memiliki pasangan, mungkinkah aku masih bisa bertemu dia di sana?
Pak Ustadz yang ada di depan juga menjelaskan cukup detail dengan apa yang ia maksud tersebut, bahkan ia menunjukan dua sisi yang berbeda antara yang wanita bersama suaminya terakhir di dunia dan wanita yang dapat memilih dengan siapa kelak ia akan bertemu di Surga. Aku sendiri mendengarkannya dengan seksama dan karena kepalang tanggung aku pun tak berniat membeberkan maksud sebenarnya pertanyaanku sebelumnya, namun di sisi lain aku mendapatkan hal yang sangat menenangkan hati.
***
“Gimana katanya kamu mau ngenalin pria ke Bapak sama Ibu, kok sampai sekarang gak ada kabar?” permasalah yang lama muncul kembali, kedua orang tuaku kembali mendesakku untuk segera menikah. Sebenarnya masalah tersebut sempat reda ketika aku berhubungan dengan Arto, itu karena aku sudah menunjukan rupanya dalam sebuah foto dan menjanjikan untuk segera bertemu dengan mereka. Tentu saja rencana tersebut gagal total dan aku berusaha sebisa mungkin untuk menghindari topik pembicaraan itu, nampaknya hal tersebut membuat kedua orang tuaku kesal.
“Aku sudah gak berhubungan dengan dia lagi Pak!”
“Lho kok gitu, kenapa baru bilang sekarang? Kamu itu maunya gimana? Kalau ngerasa gak cocok, ya bilang sama Bapak atau Ibu nanti dicariin calon yang lain!”
“Iya nanti Ibu carikan yang baik, itu juga salah satu tugas orang tua.” Mereka benar-benar membuatku kesal,meskipun begitu aku tak bisa membantah mereka. Terkadang mereka membuatku berperasangka dalam hati, maksud mereka menyuruhku untuk segera menikah itu karena tak ingin dianggap punya anak perawan tua atau karena benar-benar ingin anaknya punya seseorang yang menjaganya seumur hidup.
“Iya … iya terserah deh sama Bapak dan Ibu, aku juga sudah lelah seperti ini! Kalau gak dapat aku kan bisa kepanti jompo saat tua, tinggal nabung duit yang banyak buat persiapan! Sekarang udah banyak kayak gitu, jadi jangan takut anaknya mati sendirian!” aku tahu seharusnya tidak berbicara seperti itu, namun rasa kesal yang menahun membuatku lepas kendali.
“Arsya! kamu ini dibilangin jangan ngeyel! Kalau gak mau ikutin kata Bapak, pergi!” Bapak membentakku dengan keras dan itu membuatku menangis seketika, aku buru-buru pergi keluar rumah dan memanggil taksi untuk berangkat kerja. Hari itu memutuskan untuk pergi ke rumah Lena saat pulang kerja, setidaknya aku bisa menenangkan diri di sana dan mungkin saja aku bisa menemukan jalan keluar untuk masalah yang sedang aku hadapi.