Pembohong Ulung

Rizal Syaiful Hidayat
Chapter #23

Syarat yang membuat permainan menjadi lebih menarik.

Ingin lepas dari masalah dan tanda tanya besar tentang pernikahan membuatku berkata dengan mudahnya untuk menikahi Agus, meskipun tanda tanya besar masih menutupi dirinya. Aku saat itu menyamakan dia seperti kucing dalam karung, setidaknya aku masih berpikir bisa menghadapinya dan bisa menjinakkannya dengan berbagai cara.

“Baik terima kasih, saya akan segera kembali ke sini untuk membicarakan hal-hal yang perlu untuk acaranya!” Dengan sopan Agus berpamitan dengan keluargaku, senyum lebar terlihat jelas di wajah Bapak saat menjawab perkataan tersebut.

“Tentu nak, jangan sungkan tanya hal-hal lain, sekarang kita akan segera menjadi keluarga!” Bapak memanggilnya dengan Nak seolah-olah dia sudah menjadi menantu. Sementara Ibu memperlihatkan wajah yang penuh ke khawatiran. Setelah hari yang penuh kejutan maka tak akan lengkap tanpa malam yang penuh kegilaan dan tentunya itu mengambil hari mingguku yang tenang.

***

 “Tidak kau pikirkan lagi soal perkataanmu tadi Sya?” Ibu bertanya dengan sorot mata yang penuh rasa penasaran sekaligus penuh keraguan.

“Ibu ini kenapa? kok malah ditanya lagi, bukankah ini adalah hal yang selama ini kita tunggu! Bapak yakin seyakin yakinnya kalau Agus itu pria yang baik dan orang yang tepat untuk menjadi pendamping dari Anak kita!” perkataan yang menggebu-gebu Bapak semakin membuatku yakin bahwa keputusaan yang aku ambil adalah benar, bagaimana aku bisa bertahanan dengan perkataan setajam pisau yang akan datang padaku tanpa henti jika tak menerima tawaran Agus.

“Tenanglah kalian berdua, bukannya ini yang kalian inginkan dan itu akan segera terwujud! Aku tak hanya sekadar ngomong saja tadi, mempertimbangkannya matang-matang sudah aku lakukan dan setelah kupikirkan lagi ternyata aku sedikit tertarik denganya.” Yang aku katakan itu bukanlah sepenuhnya kebohongan, ketertarikan tersebut mungkin saja adalah awal dari cinta yang selama aku cari.

“Mau ke mana kau?”Bapak menghentikanku saat ingin pergi ke kamar untuk tidur, “Ini bukan saatnya untuk tidur, kita harus memikirkan bagaimana langkah selanjutnya dan bagaimana acara pernikahannya nanti digelar! Tidak boleh ada yang ketinggalan pokoknya!” mengikuti permintaannya aku pun duduk dan ikut dalam rapat keluarga kecil tersebut hingga menjelang tengah malam.

“Udah tidur! Besok kita lanjutin lagi!” rapat kecil yang benar-benar menguras emosiku, Bapak ingin menggelar sebuah pesta megah dan Ibu pun tak mau kalah dengan menyarankan untuk mengadakan acara pernikahan sesuai adat yang tentunya akan menguras tenaga serta kantong. Aku mengatakan kepada mereka bahwa pernikahan sederhana saja sudah cukup, namun mereka bersikukuh dengan pendapat masing-masing. Pukul 00.30 akhirnya aku bisa berbaring di atas kasur empuk milikku untuk beristirahat. Saat aku menutup mataku, HP miliku berdiring keras dan membuatku terjaga.

“Halo?”dengan kedua mata yang enggan terbuka aku menjawab telpon masuk.

“Sya, udah tidur?” mataku kembali terbelalak ketika mendengar suaranya, Lena menelponku di pagi hari buta.”Boleh bicara sebentar?”

“Ok, bicaralah! Aku ingin dengar apa alasanmu!” dengan nada ketus akan menjawab perkataan Lena, kekesalan benar-benar menjadi kafein yang paling ampuh dini hari itu.

“Maaf aku tak mengatakannya padamu, dia benar-benar ingin menikahimu, tentunya sebagai teman aku ingin yang terbaik bagimu.”

“Bagaimana kau tahu dia yang terbaik untukku Len?”

“Feeling?” aku tertawa ketika mendengar perkataan dari Lena tersebut.

“Apa coba, aku mau dengar lagi?” tawaku berubah menjadi amarah dan kalimat retorik yang sinis kulontarkan padanya.

“Coba kau pikirkan, kenapa pria seperti dia mau di jodohkan dengan orang sepertiku? Bukankah itu cukup untuk mengatakan dia pria baik, karena mau menerima wanita dengan masa lalu sepertiku!” Lena balik menyerangku dengan nada tingginya, setelah itu kami pun mengobrol hampir satu jam. Semuanya telah terlanjur dan tak ada yang bisa di ubah, aku pun memutuskan untuk berbaikan dengan Lena.

Lihat selengkapnya