Aku buru-buru keluar dari kamar untuk mengetahui apa yang terjadi dan kenapa Ibu bilang seperti itu. “Kenapa Mas? Ibu tadi bilang apa?” Dengan rambut seperti kuntilanak aku berdiri di hadapan Agus, “Kenapa kok diam aja, kasih tahu aku!”
“Aku rasa kau lebih baik cuci muka dulu!” Agus menunjuk-nunjuk mukaku.
“Kenapa?”
“Biar enak aja bicaranya.” Tersadar dengan perkataan Agus membuatku lari ke dalam kamar mandi.
“Kenapa aku harus lari?” pertanyaan retorik tersebut yang aku lontarkan pada diriku sendiri ketika membasuh muka di kamar mandi, entah kenapa saat itu terbersit bahwa cerita komedi romantis ala drama korea akan mulai aku alami.
“Ayo ceritakan padaku, apa yang terjadi sebelum aku bangun?”
“Enggak ada apa-apa, kami cuman ngobrol biasa. Ibu cuman pengen cucu dan aku mengatakan akan mengusahakannya.” Kenapa dia bisa mengatakan hal seperti itu dengan mudah dan dengan ekpresi yang terlihat tak bersalah sama sekali, aku benar-benar tak habis pikir dia berkata seperti itu tanpa persetujuanku.
“Lagi-lagi kamu seperti itu, kenapa gak ngomong dulu sama aku!” tentunya aku kesal karena merasa tak dihiraukan sama sekali.
“Kenapa? Lagian kita memang akan menghusahakannya kan? Dan tentunya dengan syarat yang aku katakan sebelum nikah. Kita juga tak harus segera melakukannya, aku hanya ingin membuat Ibu tenang.”
“Oh … gitu! Kirain!” aku tak bisa membalas ucapan dari Agus dan hanya menerimanya dengan penuh kecangguan.
“Jadi tak usah khawatir, kecuali …”
“Kecuali apa?” setelah aku balik bertanya, Agus tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke wajahku dan itu membuatku membeku ditempat.
“Kau ingin melakukannya sekarang!” nafasnya terdengar sangat jelas dan hembusannya membuat tubuhku merinding, bibirnya yang terlihat merah dan lembut miliknya pun hanya berjarak tak lebih dari 5 cm dari bibirku. Secara spontanitas aku menutup mata dan mengatupkan bibirku, hati yang terdalam berharap ia melakukan apa yang aku pikirkan saat itu. “Aku rasa kau harus segera mandi.” Ia mengusap mata kananku yang masih ada kotoran yang menempel dan setelah itu ia menjauhkan wajahnya.
“Oh tentu lagian aku juga ada hal yang harus aku lakukan!” ia hanya tersenyum melihat tingkah lakuku yang salah tingkah karena malu, perasaanku juga ikut merasa bahagia karena ia sudah terlihat lebih baik dan bangkit dari rasa duka yang ia terima sebelumnya. Hari-hari kami pun dimulai dan berakhir seperti biasanya, namun aku sadar pandangan diriku kepada Agus mulai berubah sedikit demi sedikit.
***
“Apa maksud kamu?” Lena terlihat kaget ketika aku menceritakan semua rahasiaku kepadanya, aku berkunjung ke rumahnya setelah beberapa waktu tak bertemu dengannya.
“Ya begitulah … menurutmu apa yang harus aku lakukan?”
“Mau gimana lagi, buat dia jatuh hati sama kamu dan mulailah hidup baru penuh dengan cinta!”
“Cinta …cinta …!” Chika ikut meramaikan obrolan kami dengan bersorak, meskipun tentunya ia tak mengerti.
“Mudah untuk ngomong seperti itu, kau tahu sendiri kalau aku ini tidak punya banyak pengalaman dengan pria dan sekalinya berhubungan dengan pria itu tak berakhir dengan baik.” Aku dan Lena bersama-sama mengela nafas ketika sadar dengan fakta tersebut.
“Bukankah kau suka dengan Drama dan film romantis, aku rasa itu bisa menjadi sebuah panduan.”
“Terkadang orang yang hebat teori itu bukan berati prakteknya juga hebat!”
Sore itu aku mengobrol cukup lama dengan Lena karena masalah percintaanku tersebut dan segala skenario pun berusaha kami perdebatkan. Waktu maghrib yang membuatku pulang saat itu dengan perasaan yang masih menggantung dan binggung karena belum ada jalan keluar yang aku inginkan. Dalam perjalan pulang aku mulai berpikir berbagai cara untuk menaklukan hati suamiku; mungkin menggodanya dengan pakaian yang vulgar serta agresif akan membuatnya jijik kepadaku, memintanya untuk berkencan juga mungkin akan terlihat norak, terlebih jika aku berusaha bersikap baik dengan menjadi istri teladan mungkin akan terlihat aneh olehnya.
Sesampainya di depan rumah aku melihat Agus duduk di depan, ia seperti sedang menungguku pulang, hatiku melompat ketika dia mulai melihatku kala itu. “Maaf aku pulang telat, tadi aku habis main ke rumah Lena sebentar.”