Pemburu Angkasa

Aldrin Ali Hamka
Chapter #9

Pas Foto

Bukan suatu kebetulan foto itu sampai ke tanganku. Sebuah pertaruhan mengundangnya hadir sebagai kejutan. Kejutan yang aku sendiri tak mengerti, siapa pemilik foto itu sendiri, dari mana foto itu berasal. Ini hasil konspirasi dua orang. Konspirasi antara penantang dan yang memenuhinya untuk meraih puncak papan panjat di hadapan kami itu.

“Kalau bisa sampai puncak, ku beri hadiah, Mas!” tantang Dono sambil menuding puncak dinding panjat.

Sejak awal, tak seorangpun dari adik kelasku itu berhasil meraih puncaknya.

“Apa itu?” tanyaku ringan. Kuduga, hadiahnya sekedar gorengan.

Dono meringis, memamerkan jajaran giginya yang rata. Tak ada tanda ia mau menjawab pertanyaanku itu.

Aku mendekat dinding panjat. Kernmantel kutalikan erat ke harness. Setelah yakin tersimpul erat, tanganku menjejal kantong magnesium. Seketika, tanganku berbalut serbuk putih, kesat sempurna. Aku bersiap merambati point berwarna-warni yang lekat di papan itu.

On Belay?” sinyalku pada Tejo, pemuda bongsor, setahun lebih muda dariku itu.

Belay on!” jawabnya.

Aku mulai menanjaki vertikal. Sepasang tangan dan kaki bergerak seirama pergerakan cicak. Aku melesat, bertumpu kaki kanan, sementara tangan kiri mencengkeram point memberikan keseimbangan. Tubuhku terus bergerak, meliuk, melipat torso, bertukar tumpuan.

Di atas overhang menanti. Semakin berat. Sejenak, aku istirahat di papan vertikal. Berimpit, melekat dinding. Ku lipat kaki kanan bertumpu ke poros tubuh. Sementara, sebelahnya lurus, menegang, berusaha memberikan keseimbangan. Kedua tanganku bebas, lalu berkibas, melepas tumpukan asam laktat. Kedua tangan silih berganti menjelajah kantung magnesium.

Kuteruskan perjalanan merambat kemiringan curam. Three points of contact, hanya satu kaki, atau satu tangan bergerak. Lalu rute berpindah, aku bergerak menyamping. Tapi point panjang berbintik itu tertancap jauh, di atas kepalaku, aku harus bergerak menyerong ke kanan. Kutatap point itu, kedua kakiku menjejak, tubuhku terangkat. Tangan kananku berusaha menggerapai-gerapai. Tak sampai!

Slack! Slack!” teriakku pada belayer. Kusuruh ia mengulur tali itu.

Lihat selengkapnya