Pemimpin yang Tuhan

Bentang Pustaka
Chapter #2

SHUMMUN-BUKMUN

 Saya sangat percaya pada Allah dengan hidayah-Nya di Al-Quran. Tarafnya sampai—mohon maaf, istilah bahasa Indonesia-nya—membabi buta. Tentulah penggunaan idiom itu sangat tidak sopan dan terasa sangat mengotori. Namun, kalau saya pakai kata total, absolut, sepenuhnya, atau mungkin harga mati, rasanya kurang mengandung emosi dan energi sebagaimana kata membabi buta.

Akan tetapi, sudahlah. Babi juga ciptaan Allah. Ia salah satu makhluk yang toh kita bisa belajar darinya serta mempelajarinya. Masalahnya, menjelang menulis ini, saya merasa sangat “terganggu” oleh sejumlah firman Allah di Al-Quran. Saya berniat tiap sebelum sahur mempersembahkan tulisan kepada saudara-saudara saya, anak cucu, sahabat-sahabat, dan handai tolan. Namun, memasuki hari keempat, saya dicegat oleh ayat.

Sebenarnya yang mengganggu adalah pikiran saya sendiri. Sebelum ini saya menulis: “Indonesia itu kebal. Saya menyuguhinya minuman kasih sayang, tidak membuatnya bersyukur. Saya kasih buah kearifan dan kebijaksanaan, tidak mengubah perangainya. Saya berikan tablet ilmu, tarekat, kaifiat, dan makhraj, tidak membuat sakitnya reda. Saya suntik dengan ijtihad, fenomenologi, alternatif, dan inovasi, juga tidak mempan ….” Akhirnya, saya merasa minder dan tidak percaya diri.

Pada momentum psikologis seperti itu, saya dihantam oleh Surah Al-Isra (17): 27, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu saudaranya Setan, dan Setan itu pembangkang tuhannya”. Saya merasa ditindih batu besar yang berupa rasa sia-sia. Saya menyedekahkan apa pun, mubazir bagi Indonesia. Apalagi Al-Quran menyusulkan pernyataan lain Allah dari Al-Baqarah (2): 216, “Boleh jadi yang kamu benci itu baik bagimu, dan bisa juga yang kamu cintai itu buruk bagimu”. Saya sangat membenci penyakit-penyakit yang merasuki Indonesia. Gara-gara ayat itu saya menjadi ragu apakah Indonesia ini sedang mengidap penyakit-penyakit atau sebenarnya baik-baik saja.

Lihat selengkapnya