“Pahlawan yang SETIA itu berkorban,
bukan buat dikenal namanya,
tetapi semata-mata membela CITA-CITA.”
—Bung Hatta
KAMU suka naik gunung? Selalu kautanyakan pada teman barumu. Ini pun syarat utama bagi ia yang jadi pendamping hidupmu, putri mawarmu: senang menemui puncak-puncak tertinggi di dunia ini. Dan, hari ini, kaurasakan kebahagiaannya memiliki pasangan seorang pendaki. Puncak Gunung Geulis ini, bukit menawan di KM 21 Bandung - Sumedang, saksikan hari terakhirmu jadi penghuni Jatinangor.
Kalian berdua berbahagia dunia dan seluruh teman-temanmu jadi orang tertinggi di kecamatan yang kini mewujud kota kecil berpotensi kapitalis. Tatanan perkampungannya telah berubah drastis. Kawasan pendidikan itu disulap jadi kompleks bisnis investasi yang menjanjikan. Dan di sudut pandangan mata kalian sebelah sana, landskap kota Bandung masih begitu menawan, semakin menawan lagi mengesankan. Kauserukan bahagiamu pada bidadari di sebelah kirimu, kota Bandung jadi tempat terakhirmu berpijak, setelah berkelana ke pelbagai negeri.
Kau katakan juga padanya, jika melewati Bandung Indah Plaza (BIP), Suiz Butcher, dan Ciater Resort, kau selalu teringat malam pertamamu menikmati kota impianmu. Seusai ujian masuk IKJ, pertengahan tahun 2003, kau naik kereta api bisnis Gambir - Bandung. Walau pada pekan yang sama Allah Swt. meluluskan SPMB pilihan pertamamu, tapi semangat kuliah di Sinematografi FFTV-IKJ tidak menyurutkan tekadmu. Kau tetap paksakan diri mengikuti tes calon seniman itu.
Malamnya, kau diajak jalan-jalan mengitari gemerlap kota Bandung oleh kakakmu dan kedua teman kosnya. Kalian berempat menumpangi mobil dinas sederhana si sulungmu. Johan, salah seorang teman Saif Adam Ghazali-mu yang mantap bekerja di BRI bernasib sebagai sopir dan juragan. Begitu senang badan tinggi besarnya di balik kemudi dengan gaya anak kantoran—eksmud, klimis, wangi, elegan—dan wajah bersahajanya. Katanya, hari itu ia baru saja gajian.
Serasa diulang-tahunkan kaurasa. Mana pernah sebelumnya kau nikmati keindahan kota seperti itu. Di Kuningan atau di Palembang, meski ada fasilitas dan waktu, tetap saja kau yang dididik cara orang kampung yang kolot takpernah berbahagia seperti malam pertamamu di Bandung. Kau anggap malam pertama dirimu itu pintu gerbang kebahagiaanmu di kota impianmu—kota masa muda pamanmu dan kota bersejarah kakak laki-lakimu. Kau irup udara kebebasan. Kau telan bulat-bulat ruang bermimpi seluas-luasnya. Dan kau nyatakan diri merdeka.
Perjalanan diawali menonton film S.W.A.T. yang apik dibintangi oleh Colin Farrell di Empire 21 BIP. Kurang lebih dua jam sebelum magrib. Film tersebut menceritakan dua orang sahabat, Street dan Gamble, yang sama-sama menyukai bilyar dan tergabung dalam tim S.W.A.T.. Pada sebuah penyelamatan, Gamble secara tidak sengaja melukai wajah seorang sandera ketika merobohkan para penjahat bersenjata api yang sedang merampok bank. Gamble dipecat. Street yang memiliki ikrar susah-senang bersama Gamble tetap tergabung dalam tim, ‘tak mengikuti kesusahan sahabatnya: keluar dari tim. Sebab ada komitmen lain.
Persaudaraan keduanya pun pecah. Street pada akhir film jadi pahlawan bagi negaranya ketika berhasil meringkus bos mafia asal Perancis, meski harus menggileskan tubuh Gamble di rel kereta api. Konfliknya, Gamble yang di-PHK, rasakan sakit hati, lalu ia berkhianat. Bersama beberapa preman yang dijanjikan sejumlah uang ia membawa kabur sang mafioso itu dari dekapan tim S.W.A.T..
Selesai menonton. Kau itu tergolong laki-laki yang melankolis. Entah kau memasang karakter siapa yang kautiru. Kau terhanyut filmnya. Kau ingin seperti Street yang tetap bersahabat dengan Gamble, walau tidak setim lagi. Sadarkan ia, untuk menjadi seorang pahlawan negara itu tidak mesti sebagai tim S.W.A.T.. Apabila kita memiliki potensi lain kita bisa lebih berprestasi dari itu. Pada intinya yang sanggup membuat kita berprestasi ialah memiliki dan mendapat dukungan dari orang-orang tercita—pun sahabat lahir-batin. Rupanya ikrar mereka takkuat.
Dari BIP kemudi di tangan Johan diarahkan ke kawasan kuliner elite yang setiap malam selalu ramai dan sibuk, terlebih jika weekend. Pasti dipenuhi mobil berplat B. Sebagai anak gaul Bandung, Johan mengangkat derajat kalian, makan steak, salad, dan sebagainya di Suiz Butcher, dekat ENHAI. Kakakmu, kau, dan Sanny—teman kos kakakmu lainnya yang bertubuh kurus tinggi, berwajah bersih, dan Sunda sekali—juga andil bahagia. Satu hari sebelumnya, Sanny baru saja sidang sarjana. Sungguh keberkahan besar baginya malam itu, bergelar Sarjana Ekonomi (S.E.), lalu disambut kebahagiaan oleh dua sahabat terbaiknya. Karib susah-senang di tempat kos yang sempit dan murid duo suhu ilmu ekonomi itu.
Dalam perjalanan wisata malam, kedua karibnya tersebut sering ngasih masukan, pertimbangan, ide-ide bisnis, bahkan nasihat seputar dunia kerja pada Sanny. Pemuda asli Sumedang itu menanggapinya penuh arti dan senang tiada tara. Ia pun sepertimu malam itu, menjadi hamba sahaya yang siap diapakan saja dan diberi apa saja oleh kedua bos yang duduk di depanmu demi menghabiskan malam yang takkan terlupakan. Malam yang sulit ditemukan para pekerja sibuk.