Pemupuk Bahagia

Mahabb Adib-Abdillah
Chapter #16

Bab 15 - Reuni dua jenderal

SETIAP orang pasti mempunyai idola. Idolanya itu dijadikan inspirasi, influences, acuan, penyemangat, dan juga sebagai gaya. Semakin genius atau hebat tokoh yang diidolakan maka semakin meningkat pula tanggapan atau pujian orang kepada kita. Tapi itu bisa menjadi bumerang juga, seandainya kita mengidolakan seseorang yang luar biasa di mata dunia, tapi kita sang pengagumnya hanya biasa-biasa saja—takada secuil pun nilai positif si idola yang terdaftar dalam prestasi kita. Dan kita sering kali pembenaran: “Aku hanya mengagumi!”

Penyanyi, musisi, aktor, jurnalis, penyair, novelis, atau sutradara di Tanah Air juga pasti mempunyai idola masing-masing. Elfonda ‘Once’ Mekel, penyanyi berkarakter vokal langka yang ketika zaman sekolahnya telah dianggap sebagai penyanyi semiprofesional ternyata mengidolakan Sting, basis dan vokalis The Police, dan suara Once katanya bisa dikatakan mirip sang idola. Bahkan ketika latihan, laiknya Sting, Once Mekel pun bernyanyi sambil bermain bas.

Si Lumba-Lumba kecil Bondan Prakoso, kita mengenalnya abadi sebagai penyanyi anak-anak yang memiliki ciri khas tersendiri. Funky. Bergaya orang dewasa. Takdinyana, ia fokus dan konsisten menggeluti jalur musik dengan gitar bas sebagai senjatanya. Ada yang bilang ia belajar musik selama setahun ke Amerika—kiblat musik dunia. Ada juga yang memberi informasi, ia belajar bas kepada Thomas Ramadhan (Gigi). Jika diperhatikan model bas, gaya permainan, serta aksi panggung keduanya hampir menyerupai. Dalam bermusiknya, Bondan mengidolakan salah seorang dari sepuluh basis terbaik dunia, Flea (Red Hot Chili Pappers), yang selain jago membetot bas, di awal kariernya pernah berperan kecil di sejumlah film pelbagai genre. Selain itu, Flea pernah menyumbangkan suaranya untuk sebuah film animasi di negara kelahirannya. Melihat atraktif, beda, dan piawai Bondan memainkan gitar bersenar empatnya itu, lingkungan di sekitarku mengatakannya ‘Flea-nya Indonesia’. Dan aku, Bondan Prakoso kedua.

Rudi Soedjarwo, putra mantan Kapolri (1982-1986) Anton Soedjarwo, sutradara yang disebut-sebut sebagai bagian sejarah kebangkitan film nasional dari mati surinya (1993-1998); pengarah film canggih yang hobi menampilkan adegan perkelahian dalam scene-scene-nya; dan sinematografer yang paling anti menggunakan tripot ketika syuting karena berharap setiap adegan filmnya terlihat nyata, bak dokumenter, itu mengidolakan Clint Eastwood, seorang aktor, sutradara, produser, komposer, dan politikus gaek Hollywood. Lengkap sudah prestasi di masa tuanya—di atas 80 tahun. Film-film Eastwood langganan masuk nominasi bahkan menyabet Oscar pada perhelatan agung perfilman dunia, Academy Award. Space Cowboys, Million Dollar Baby, Unforgiven, Mystic River, Changeling, Letters from Iwo Jima, Flags of Our Fathers, Gran Torino, dan Invictus adalah bagian dari puluhan karya emasnya. Rudi pun sering bergaya Eastwood.

Selain itu, sutradara yang film horor pertamanya dilarang beredar di pasaran juga mengidolakan karya-karya John Woo, sutradara Hong Kong yang imajiner dan supergila menampilkan teknik-teknik kameranya pada setiap film action atau kolosal besutannya. Out of the box. Adegan-adegan action-nya berseni. Kalian bisa melihatnya takjub di beberapa film gilanya, baik itu yang berada di bawah naungan produser Hong Kong maupun Hollywood. A Better Tomorrow, The Killer, Mission Impossible: 2, Red Cliff 1 & 2 itu adalah buktinya.

Mengidolakan selebritis, pemain sepakbola dunia, tokoh sejarah, pemikir, novelis, aktor film, aktris sinetron, itu sudah biasa. 75% teman seangkatan kuliahku pun setelah kuperhatikan memiliki tokoh idola mereka masing-masing.

Kutipannya mereka tulis di buku agenda atau binder kuliah sebagai kalimat surgawi favorit mereka, mungkin juga penggerak jiwa untuk mewujudkan bait kutipan itu dalam kehidupan nyata mereka. Ada yang memasang poster idola di kamar kos mereka. Ada yang memakai baju berlogo atau bertuliskan nama idola mereka. Ada pula yang mengejar ke mana pun idolanya concert—selama rezeki mereka mampu mengejarnya.

Sebagai contoh, Wiku adalah Iwan Fals sejati. Ia yakin suatu saat nanti dirinya bisa merasakan perjalanan spiritual yang pernah dilewati dan direnungi sang Legenda. Sehingga kelak dirinya bisa mencukur rambutnya lebih sopan, merapikan kumis dan berewoknya, tampil bersahaja, bijaksana di masa tua, ditemani istri yang supersabar dan penuh nasihat manis, memiliki anak dengan nama yang nyentrik dan filosofis, dan selebihnya memberi spirit cinta tanah air, serta bersahabat dengan alam di mana pun kepada orang Indonesia. Di setiap ada kesempatan dan gitar, ia pasti live menembangkan nomor cantik Belum Ada Judul, Mata Indah Bola Pimpong, Ya atau Tidak, Yang Terlupakan, atau Guru Oemar Bakri untuk kami. Penuh penjiwaan. Kadang kami yang ada di depannya ia abaikan. Murid juga mitra berpetualangnya, Awan, jadi suara duanya walau tidak pernah harmoni. Dan lagu Bang Iwan yang paling kami takutkan: Sarjana Muda.

Zaqi, cinta mati dengan AS Roma, dan pastinya kepada pangerannya: Francessco Totti. Semangat belajarnya di kelas dipengaruhi oleh menang atau kalahnya klub sepakbola kesayangannya bertanding dini hari pada laga Liga Celcio Serie A. Jika AS Roma menang, bukan main cerah, semangat, dan bahagia hidupnya ketika duduk di ruang kuliah. Tidak bosannya menceritakan kehebatan Totti, Montela, dan teman-temannya. Seolah Inter Milan, AC Milan, dan Juventus tidak ada apa-apanya di dunia yang fana ini. Aku yang sok-sokan ikut gemari sepakbola lantas meminang tim Juventus dan Menchester United sebagai klub idolaku, padahal sekali pun tidak pernah bangun di setiap waktu tahajud untuk menyaksikan pertandingan mereka, suka kesal dibuatnya. Rasa bangganya terlalu hiperbolis terhadap klub yang berasal dari ibu kota Italia itu. Salah satu kota dari tiga kota terindah dan teromantisnya yang ingin ia kunjungi—Roma, Paris, Seoul. Tapi, begitu AS Roma kalah, kandang lagi, hanya ada dua pilihan: ke kampus dengan membahas topik lain [non-sepakbola] atau tidur seharian di kamar kos.

Ienez? Agnes Monica dan David Beckham sekali. Di kamar kosnya, luas dindingnya dipenuhi dua wajah manusia beruntung itu, yang posisi penempatan posternya amat terampil, berseni. Bahkan semua benda bernama mug, piring, jam dinding, waker, handuk, wallpaper HP, dering telepon, nada pengingat pesan HP, desktop background komputer, sarung bantal, dan sprei miliknya bergambar, bersuara, atau berbau kedua tokoh idolanya itu. Hanya alas kakinya saja yang tidak bernuansa Agnes Monica atau David Beckham. Tidak terbayang murkanya Ienez melihat kaki busuk Wiku, si termalas mengganti kaos kaki; kaki berkeringat tengik Nyonyo; kaki mambu Jambi; dan kaki berdebu Awan menginjak-injak lagi mengucek-ngucek wajah enerjiknya Agnes atau tampang memikatnya Beckham.

Entah fanatik atau memang pelajaran moral dari ayahnya, sang prajurit Kopassus, tentang buruknya mencela orang lain. Ia seminggu penuh memusuhi Daniel gara-gara iseng membercandainya: “Beckham = Bebeck Khampung!”. Di hari ketujuh, Daniel pun bersungkem maaf padanya, dan mentraktirnya soto A3 (Adi Ada Ajah)—warung soto ayam betawi sebagai salah satu ikon makanan khas di Jatinangor. Dan Ienez sangat hapal sejarah hidup, sejarah tato, aset serta total kekayaan, dan perkembangan karier Beckham, bahkan iklan produk terbarunya yang belum tayang di TV Indonesia ia tahu. Begitu juga dengan jadwal manggung Agnes Monica, ia catat di binder kuliahnya. Apabila konsernya terjangkau jarak dan infaknya, ia berani berkorban apa pun agar menyaksikannya persis di hadapan sang idola. Berteriak histeris dan menatap antusiasisme sang bintang bernyanyi dan meliuk-liukkan tubuhnya yang terlatih. Atraktif. Menggoda. Pun cerdas. Dua dari tujuh Seven Souls, si jago menawar harga Ane dan si aktivis lingkungan hidup dan pemerhati film Riani, duet anak gaul Bandung Firman dan Alva, dan bahkan manusia yang kami tuakan di kelas, Nyonyo, terpaksa menjadi Nezindaclub mendadak, temani Agnezious sejati itu ke mana pun ber-agnes-ria.

“Agnes konser di Trans TV, launching album barunya! Tadi, ada teman Nezindaclub—sebutan fans Agnes Monica yang kemudian menjadi Agnezious—di Jakarta ngabarin. Dia ngajak aku join ke sana!” seru Ienez pada Seven Souls suatu sore, di warung soto A3. Di sana, ada juga Firman, Alva, Daniel, dan Nyonyo.

Dari kalimatnya ia mewacanakan bahwa dirinya akan datang ke acara launching sang idola dan bergabung dengan para Nezindaclub lainnya, dan mereka diharapkan ikut bersamanya. Yang tertarik sepertinya hanya Ane, Riani, Alva, dan Nyonyo. Yang terakhir itu hanya ikut eksis saja. Diajak konser dangdut oleh Jamie atau jalan sehat bersama ibu-ibu kampung juga ia mau. Nyonyo itu yang penting jalan-jalan, makan-makan, kumpul-kumpul bersama KS 375, adalah bagian besar kebahagiaannya. Takpeduli diajak kebaikan, kemaksiatan, atau ‘tak kedua-duanya pun ia siap kapan saja. Ia bagai tidak punya teman lain selain kami.

“Kapan, Nez? Ayo, akuh jugah siap berangkat! Agnes Monica itu multi-talenta, pekerja keras, bakat seninyah sangat kuat, sudah terlihat ketika diah masih menyanyikan ‘gantungkan cita-citamu setinggi langit’. Akuh yakin sekali diah bisa tembus go international. Akuh yakin, Nez!” seru sekali Nyonyo, penuh semangat, meskipun sebenarnya ia tidak diharapkan ikut, cerita Daniel padaku. Namun, bakat politik busuknya ia terapkan, sok memuji-muji Agnes, seolah ia penggemar sejatinya. “Kitah kudu ngedukung anak-anak muda seperti diah ituh!”

“Ah, kau sok Agnes Monica! Sudah menjadi Nezindaclub belum?”

Kalian tahu itu suara apa, eh, suara siapa? Ya, benar, itu ucapan galak Greta pada musuh bebuyutannya Jambi. Pria tidak disukai karena tabiatnya yang tidak sesuai umur dan penampilan fisik, itu hanya mencibir ditembak kalimat pahit Greta. Padahal ia juga tahu Greta belum menjadi Nezindaclub. Tapi biar bagaimana juga Nyonyo ikut berangkat menemani Ienez ke Jakarta, bersama Ane, Riani, dan Alva. Ane aslinya pengidola Britney Spears, tapi hingga saat itu Brit belum mampir juga ke Indonesia. Maka tiada Britney Spears, Agnes Monica pun jadi. Riani pun sama, secara musik ia lebih suka musik-musik semacam Maroon 5, Incubus, Muse, Brian McKnight, Keane, Mew, atau Hoobastank. Tapi demi persahabatan dan kecintaannya terhadap dunia musik, pengidola Kobe Bryant, pebasket LA Lakers, itu rela ber-agnes-ria di studio Trans, yang akhirnya jatuh cinta juga dengan Britney Spears Indonesia itu. Mengingat juga, Evi, Greta, Ratih, dan Zubaeda yang selalu bertujuh ke mana pun hati mereka bergerak tidak bisa ikut dengan alasan masing-masing. Riani pun menikmati pertunjukan idola sang sahabat dengan kaus hitam Nezindaclub menghiasai tubuh gemuk lucunya.

Sedangkan bagi sang playboy kebanggan kami, Rd. Alva Kadhimian Yudho, acara tersebut merupakan pasar membuayanya. Ia yang dianugerahi Tuhan 11-12 kegantengannya dengan Daniel dan Firman tampak jual pesona ingin menguji wajah rupawannya di antara Nezindaclub di sana, cerita Nyonyo pada kami. Ia mencoba tahu berapa gadis manis itu yang meliriknya, mencari perhatiannya, dan mengajak kenalan dengannya. Sementara Nyonyo, diajak ke situ juga syukur.

**

Ada fenomena menarik, unik, langka, dan entah masuk kategori kepribadian jenis apa yang dilakukan Ienez demi memenuhi hasrat kecintaannya terhadap idola. Pernahkah seumur kalian merayakan hari ulang tahun David Beckham? Kalian undang sahabat terbaik kalian; lalu menyalakan lilin berbentuk angka yang menunjukkan usia orang yang sedang dirayakan hari jadinya di atas kue tart yang menggoda; kalian ajak sahabat-sahabat kalian berdoa bersama demi kesehatan David Beckham beserta keluarganya dan juga keutuhan persahabatan kalian tepat di hari ulang tahun kapten Timnas Inggris itu; dan setelah itu kalian bersama sahabat kalian itu meniup lilinnya, tepuk tangan, bersorak meriah, dan menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun David Beckham yang entah ada di mana, bersama siapa, tahu atau tidak persembahan mulia salah seorang pecintanya di Jatinangor untuknya. Ienez, yang aku tahu, yang melakukan itu semua setiap tahunnya, semenjak ia mengenal bintang iklan Brisk itu dan lalu mengaguminya. Sahabat seperjuangannya, Ane, Riani, Greta, Ratih, Evi, dan Zubaeda kadang tidak habis pikir, takjub, heran, kagum, dan kesulitan mengejar konsep kreatif Ienez yang berlari bagai kijang. Dan akulah yang sering sehati-seotak dengannya. Demi menghargai kecintaan besarnya itu, aku rela mengganti poster Beckham dan Agnes Monica di kamar kosku dengan Van Der Saar dan Sherina Munaf. Yang pastinya kutakut kesungguhan dan pengorbananku mengidolakan Prince of MU dan si accelation girl Agnez dipertanyaan olehnya, lalu akujawab biasa-biasa saja.

Selain mengidolakan manusia yang diberi keberuntungan lebih, menjadi bintang dunia atau diperbincangkan prestasinya oleh jutaan orang, ada juga manusia pengidola bukan manusia. Siapakah mereka: kaum pagan, masyarakat kejawen, wayang golek, atau mereka yang sudah tiada tertarik lagi mencintai pasangannya? Bukan. Bukan itu. Maksudnya adalah mereka yang mengidolakan tokoh kartun atau fantasi yang biasa mereka dengar dari dongeng-dongeng atau lihat di film-film. Ada yang mengidolakan Micky Mouse, Hello Kitty, Cinderella, Puteri Salju, Sailor Moon, Tweety, Tom & Jerry, Popeye, Spongebob Squarepants, Spider-Man, Wolverine, atau Doraemon. Sebagaimana Ienez dan Daniel, mereka pun koleksi barang-barang yang bernuansa tokoh kartun idola mereka di kamar.

Lihat selengkapnya