Suara shower berhenti. Irwan keluar dari kamar mandi dengan handuk putih menutupi bagian bawah badannya. Berjalan keluar dari kamar mandi sambil bersenandung seolah hidupnya tidak ada beban. Kamar mandi terletak di lantai satu di samping dapur, sedangkan kamar Irwan berada di lantai dua. Irwan harus berjalan dari dapur menuju tangga di ruang tengah, dan harus melewati kamar adik perempuannya.
“Wan... Rambut kamu masih basah. Lap yang kering baru keluar kamar mandi.” Omelan dari Sang Mama.
Halangan pertama yang harus di dengarkan oleh telinga caplang Irwan. Bagai mengikuti lomba lari halang rintang dengan ogah-ogahan. Irwan berjalan melewati halang rintang itu tanpa melompatinya. Melainkan berjalan melewatinya dari samping.
“Ihh... Kakak! Kebiasaan.” Omelan part dua dari Sang Adik.
Halang rintang part dua dari adik perempuannya. Kali ini lebih panas dan sulit. Karena adiknya Riri seolah menjadi lingkaran api yang harus dilompati dengan presisi yang tepat dan cepat. Namun sikap Irwan yang begitu cool membuat lingkaran api itu seperti padam oleh tumpahan air dari ombak tsunami. Padam dan tidak mengancam sama sekali.
Hampir setiap malam setelah Irwan selesai membersihkan tubuh, dia selalu mendengarkan kedua omelan dari kedua perempuan di rumah mereka. Namun, malam itu ada seorang perempuan yang datang ke rumah mereka. Bukan melalui pintu depan, melainkan dari jendela kamar Irwan.
“Hai...”
“Astaga!” Melihat siluet wajah Pena dari balik jendela, Irwan sontak berteriak. Sambil mengelus dadanya yang lapang, Irwan berusaha mengatur nafasnya kembali.
Perempuan itu masuk ke dalam kamar Irwan melalui jendela yang tertutup. Jendela itu ditembus begitu saja. Dan Irwan pingsan, begitu saja.
Setelah dua puluh menit berlalu, Irwan akhirnya sadar kembali. Tanpa bantuan minyak angin, seember air dingin, atau kaus kaki yang belum dicuci selama seminggu. Irwan berhasil sadar dengan sendirinya.
Pena merasa bersalah karena mengagetkan Irwan sampai kehilangan kesadarannya. Dia terus meminta maaf kepada Irwan. Dia berusaha menyentuh tangan Irwan untuk berjabat tangan. Namun tidak berhasil. Tangan Irwan sama sekali diluar jangkauan Pena. Tidak seperti Mono yang dapat dia sentuh, Irwan berbeda. Seperti jendela yang dia lewati begitu saja, tangan dan seluruh tubuh Irwan juga sama. Bagai cahaya yang tidak memiliki panas, bagai udara yang tidak bertiup. Pena sama sekali tidak dapat menyentuh Irwan.