Penakar Dua Dunia

Andi Permana
Chapter #1

BAB 1 APOTEK MALAM

Kamis malam menunjukkan pukul setengah sembilan lewat sedikit, waktu di mana Apotek Adiwijaya seharusnya sudah menarik turun pintu besinya. Tapi di ruang belakang yang beraroma campuran antiseptik dan tanah basah, jam kerja Baskara Adiwijaya baru saja dimulai. Di bawah cahaya lampu gantung yang redup, ia menatap lengan kanannya. Dua lubang kecil yang rapi, seperti bekas staples, masih sedikit memerah.

"Pasien yang barusan seleranya klasik sekali," gumamnya pada sebuah pot kaktus di meja raciknya. Ia mencomot sejumput bubuk dari guci bertuliskan 'Kantil Kering' dengan sendok porselen. "Kau tahu, Kaktus? Namanya Surastri. Dulu dia primadona panggung ketoprak di tahun 1930-an. Patah hatinya karena seorang demang yang ternyata sudah punya tiga istri. Klasik."

Baskara menuang bubuk itu ke dalam lumpang batu. "Dosis patah hatinya tinggi, butuh penenang dosis kuda. Tapi masalahnya bukan itu," lanjutnya sambil mulai menggerus. "Dia digigit saat sedang sembunyi di gudang penyimpanan gamelan. Jadi setiap kali aku melihat masa lalunya, kepalaku pusing mencium bau debu dan mendengar suara saron yang fals. Sangat tidak artistik."

Tiba-tiba, gerakannya terhenti. Matanya sedikit menerawang. Di kepalanya, sebuah gambaran hitam-putih muncul sekelebat: panggung kayu, lampu petromaks, dan aroma kembang melati yang sangat kuat menusuk hidungnya. Suara gamelan yang sama—yang fals itu—kembali berdengung.

"Ah, sial," serunya pelan.

Kilasan memori itu membuatnya kaget dan sedikit oleng. Sikunya tanpa sengaja menyenggol sebuah botol kecil berisi cairan berwarna biru pekat. Botol itu berguling, menuju tepi meja. Dengan panik, Baskara mencoba menangkapnya, tapi gerakannya malah lebih mirip orang yang sedang menari jaipong gagal. Botol itu pun jatuh ke lantai dengan bunyi "Tuk!" yang memilukan.

Untungnya tidak pecah.

Baskara menghela napas lega, lalu berjongkok untuk memungutnya. "Lihat kan, Kaktus? Gara-gara demang tidak setia itu, 'Ekstrak Bunga Telang' kita yang berharga hampir jadi pembersih lantai." Ia menatap botol itu dengan tatapan sayang. "Padahal ini mahal. Harus pesan dari lereng Gunung Lawu, panennya pas bulan Suro pula."

Tepat saat Baskara hendak kembali ke meja raciknya, bel kuno di pintu depan apotek berdentang nyaring, memecah keheningan malam. Ia mendengus kesal. Siapa yang datang mengganggu ritual malamnya?

Lihat selengkapnya