Penantian Berharga

Syafina novita sari
Chapter #3

Bagian 2

Hai perkenalkan nama Aku Eleana Zakia Putri, anak ke-2 dari 3 bersaudara. Aku sekarang kelas 12 IPA 1 di SMA Global Internasional. Hobiku membaca novel dan menulis cerita. Disekolah Aku sering banget di bully, karena jerawatanlah, dll. Nama Papahku, yaitu Bagaskara Harianto. Beliau mempunyai perusahaan kontraktor, dan Mamahku bernama Kania Putri, beliau bekerja sebagai dosen disalah satu universitas swasta di Jakarta.

Abangku bernama Zaky Haikal Hernawan, sekarang Dia sedang berkuliah di Universitas Indonesia jurusan Manajemen Bisnis, alasan Dia mau masuk jurusan itu karena ingin membuat bisni dan perusahaan. Dia juga sedang sibuk-sibuknya kuliah karena sudah semester 6. Adikku bernama Tania Alya Putri, dia sekarang kelas 10 IPA 2 di SMA Negeri 1 Jakarta.

Aku mempunyai sahabat yang bernama Amila Fania, Dia satu-satunya yang ingin menjadi temen sekaligus sahabatku, padahal Dia cantik enggak kayak Aku. Dia sekelas sama Aku dan satu bangku juga. Kita bersahabat sudah dari SMP, dan Dia sebenarnya sahabat yang bisa ngertiin banget banget tapi terkadang Akunya yang bikin Dia kesal.

**********

“Elea, Elea bangun Nak sudah jam 5 ini, Kamu gak solat?” tanya Mamahku.

“Enggak Mah, Elea lagi libur,” Jawabku dengan suara khas bangun tidur.

“Yaudah kalau gitu mandi, terus turun ke bawah sarapan, nanti Kamu di marahin sama Papah kalau kebawahnya lebih dari jam 6,” perintah Mamah sambil menarik lenganku.

“Iya Mah, ini aku bangun,” jawabku sambil mengumpulkan nyawa dengan posisi duduk bersila.. Papahku orang nya keras dan disiplin banget. Pokoknya peraturan dirumah tuh banyak banget, terkadang frustasi dengan aturan itu. Sarapan harus jam 6 berangkat sekolah jam 6.15.

Aku pun mandi, bersiap-siap dan langsung turun ke bawah.

“Pagi, Pah, Mah, Bang, Dek,” sapaku kepada mereka semua yang sudah lebih dulu berada di meja makan.

“Pagi,” hanya Mamahku saja yang menjawab yang lainnya, tidak. Mungkin masih canggung gara-gara kejadian tadi malam atau memang sedang menikmati sarapannya

”Elea kamu pulang sekolah bimbel kan?” tanya Papah. Aku hanya mengangguk karena sedang menikmati sarapan.

“Bagus, semoga Kamu lolos SNMPTN ya di kedokteran UI,” ucap Papah.

“Aku enggak mau Pah." tolakku. "Harus berapa kali lagi Aku bilang ke Papah kalau Aku enggak mau masuk ke jurusan itu, emang ada yang salah ya kalau aku masuk jurusan sastra?” tanyaku, karena semakin lama Aku semakin tersiksa seperti ini. Dan yang lebih kesalnya lagi, yang lainnya hanya memperhatikan saja, tanpa ada yang membuka suara untuk membela.

“Enggak mau tahu, pokoknya Kamu harus masuk jurusan kedokteran,” paksa Papah.

“Terserah deh, Papah mau ngomong apa, Aku mau berangkat Tio udah jemput, Assalamu’alaikum.” pamitku sambil berjalan untuk mengambil tas yang tidak jauh dari pintu keluar..

Aku pun keluar rumah dan menemui Tio yang sudah menunggu. Tio Amizan adalah pacarku sejak kelas 11, tapi Aku bingung kenapa Tio mau sama Aku, padahalkan tahu sendiri Aku kayak gimana. Terkadang Aku suka di bully karena ini juga, kata teman-teman yang lain Aku tuh tidak pantas dengannya, karena Dia itu Most Wanted disekolah.

Dia sebenarnya baik tetapi akhir-akhir ini Dia berubah, kasar, tidak pernah menepati janji dan lain-lain. Kita juga sering berantem walau hanya masalh kecil.

“Pagi,” sapa Tio ketika Aku masuk ke dalam mobilnya. “Kok cemberut?” tanya Tio, ya memang terkadang kalau masih pagi gini otaknya masih bener.

“Biasa Papah, pagi-pagi udah buat Badmood,” jelasku. “Udahlah ayo berangkat,” lanjutku, karena bahas masalah ini.

“Kamu nanti pulang sekolah naik taksi ya,” ucap Tio yang sedang fokus dengan jalanan..

“Kenapa? Kamu mau ngapain?” Tanyaku yang langsung melihat ke arahnya.

“Aku ada urusan, pulang sekolah,” jawab Tio yang masih fokus menyetir.

“Urusan apa? Jalan bareng sama cewek lain? Atau mau nge-date sama cewek baru?” tanyaku.

“Apaan sih, kok Lu ngomong gitu, ya sama temen lah, Kok sama cewek, cewek barulah apalah enggak jelas,” jelas Tio.

“Iya temen, cewekkan temennya,” sindirku yang langsung melihat ke arah jendela..

“Apaan sih gak jelas,” ucap Tio, yang selanjutnya tidak mau berbicara.

“Tuhkan enggak mau jawab, takut keceplosan ya? Dasar brengsek” sindirku lagi dan diakhiri oleh senyuman jahat.

Tiba-tiba Tio langsung meminggirkan mobilnya, dan langsung menarik daguku ke arah wajahnya dengan kasar.

“Coba sekali lagi Lu ngomong apa? Harusnya Lu sadar dong liat muka Lu, enggak ada bagus-bagusnya, syukur Gue sayang, kalau enggak, udah Gue buang Lu ke laut.” bentak Tio dengan raut wajah yang penuh dengan emosi. Aku hanya terdiam menahan takut dan menahan nangis, sebenarnya sudah terbiasa di giniin tapi ya bagaimana lagi Aku ingin menyadarkan Dia biar tidak jadi cowok brengsek.

“LO, BRENGSEK,” ucapku dengan penekanan dan membuang rasa takutku. Tio pun langsung menamparku. Aku pun menahan rasa sakitnya, perih , Aku pun langsung membuang wajah ke arah jendela, diam-diam menangis. Tio pun hanya diam tidak berkata apa-apa lagi sampai tiba disekolah. Dasar cowok buaya darat.

**********

Sesampainya disekolah Aku langsung turun dari mobilnya tanpa basa-basi meninggalkan Tio dan langsung menuju kelas walaupun banyak sekali sepasang mata yang melihatke arahku dengan tatapan tidak suka. Huh, sudah biasa. Sampai dikelas Aku langsung menghampiri Amila.

“Kenapa tuh muka pagi-pagi gini udah ditekuk, enggak enak lagi dilihatnya,” sindir Amila yang sedang memainkan ponselnya. aku pun tidak menjawabnya dan duduk disebelahnya.

Lihat selengkapnya