Menjadi murid pindahan tepat saat semester dua baru saja dimulai bukanlah hal yang diharapkan oleh siapa pun. Begitu pula dengan Hany yang terpaksa pindah sekolah karena ayahnya pindah tempat kerja sampai harus ikut pindah rumah juga.
Memang dilakukan bukan atas keinginan sendiri, tapi yang terpenting Hany tetap menjadi murid sekolah negeri.
Sebagai orang yang masuk lingkungan hidup baru, Hany berharap bisa cepat menyesuaikan diri dengan sekolah barunya, tapi di hari ke dua Hany sudah merasa tidak nyaman.
Bagaimana tidak risi coba jika murid-murid lain yang juga baru tiba di sekolah menjadikan Hany sebagai pusat perhatian? Padahal kan Hany hanya berjalan di koridor saja, belum melakukan sesuatu yang mencolok seperti kemarin.
"Itu anak baru yang nembak Ilham ya?"
"Dia incaran baru Arka kan? Curang bangat sih."
"Gue iri deh pengen bertukar posisi dengannya."
Mendengar bisik-bisikan seperti itu membuat Hany mempercepat langkahnya menuju kelas XI - IPA2 yang berada di lantai dua dengan jengkel.
Menjadi pusat perhatian karena dianggap menarik oleh lawan jenis merupakan hal biasa bagi Hany, tapi bisa menarik perhatian seperti artis yang sedang diterpa berita hoax bukanlah hal yang menyenangkan.
Sudah nembak Ilham dan diincar Arka memang sebuah fakta yang terjadi di hari yang sama, namun dua hal itu bukan sesuatu yang pantas dibanggakan kan? Mungkin lebih baik Hany menghindari dua cowok itu untuk sementara waktu agar kepopuleran mendadak yang didapatkannya sedikit berkurang.
Langkah Hany langsung terhenti tepat di depan pintu kelasnya. Rencana yang baru terpikirkan dan dibuatnya tak dapat terlaksana ketika melihat salah satu cowok yang ingin dihindari sekarang sedang duduk manis di tempat duduk yang sejak kemarin sudah menjadi miliknya.
Wajarnya yang sudah datang duluan dan sedang menunggu adalah Arka yang notabene teman sekelas, tetapi yang sedang duduk di sana justru adalah Ilham.
Firasat buruk yang mendadak dirasa membuat Hany berjalan mendekat dengan langkah ragu, "Kenapa Ilham ada di kelas gue?"
Ilham yang sedang menatap layar ponsel mengangkat kepalanya kemudian tersenyum, "Nungguin lo."
Boleh Hany mengulang pernyataan cintanya sekarang juga? Panah cinta dalam bentuk senyum lembut Ilham baru saja sukses tertancap di hati Hany.
Walau senyumnya berbeda dari yang terakhir Hany ingat, namun tetap ada kebaikan yang sama. Sungguh Hany menyesal telah mengungkapkan perasaan dengan begitu egois, "Apa lo mau protes karena kemarin gue keterlaluan?"
Ilham menyentuh kursi kosong di sampingnya, memberi isyarat agar Hany duduk, "Nggak lah, Han. Justru gue ke sini mau ngucapin makasih."
"Makasih untuk apa?" tanya Hany sambil duduk di samping kiri Ilham.
Bola mata Ilham bergerak dengan gelisah, menunjukkan pemiliknya sedang gugup, "Berkat lo, gue dan Ana akhirnya benar-benar pacaran."
Tunggu sebentar, kenapa malah Hany yang menyebabkan Ilham punya pacar? Jangan bilang tingkah egois Hany justru malah membuat Ilham baru mengajak pacaran cewek yang kemarin itu?
Secara tak sadar menjadi cupid Ilham dengan ditolak bukanlah hal yang ingin Hany ketahui, "Lo harusnya minta maaf, bukan malah ngucapin makasih."
"Gue tahu udah nolak dan buat lo langsung terkenal di sekolah dengan julukan 'mantan Ilham'. Maaf tentang itu. Tapi walau ada begitu banyak perubahan yang udah terjadi, entah perubahan baik atau buruk, gue masih dianggap teman sama lo kan?"
Kesal yang sempat dirasa seketika terganti dengan keinginan untuk menangis. Kenapa Ilham menanyakan hal sepele seperti itu dengan nada memohon segala? "Lebih dari teman bahkan. Gue udah anggap lo sebagai sahabat, sosok kakak, bahkan cowok yang gue sukai."
Ilham menggeleng dengan tegas, "Kita menjalin hubungan secara backstreet, Han. Tolong jangan buat gue merasa bersalah dengan menjadikan lo sebagai anak durhaka dengan semakin melakukan larangan orang tua."
Kepala Hany tertunduk mendengar fakta yang selalu ingin dilupakannya. Keinginan meluapkan kesedihan semakin bertambah kuat sampai membuat Hany mengepalkan kedua tangannya, mencoba bertahan agar tidak mengeluarkan air mata sedikit pun.
Tangan Ilham menggenggam kedua tangan Hany seerat mungkin, mencoba menghibur, "Maaf sikap baik gue di masa lalu udah buat lo baper."
Kepalan tangan Hany terlepas dengan sendirinya begitu merasakan kehangatan tangan Ilham. Cowok ini entah kenapa selalu saja dapat meruntuhkan segala kegelisahan serta ketakutan Hany.
Saat mengangkat kepalanya dan melihat ekspresi bersalah tergambar jelas di wajah Ilham, Hany tahu cinta pertamanya ini wajib mendapat kebahagiaan, kebahagiaan yang tidak dapat terjadi jika memilih bersama dengannya.