Hany menggerutu kesal sambil membaca buku pelajaran milik Feli yang tadi dipinjamkan padanya, “Kenapa Senin besok harus ada ulangan MTK sih?”
Padahal baru hari ke tiga menjadi murid pindahan di sekolah Pelita, tapi sekarang Hany sudah dipusingkan dengan ucapan Feli yang memberi tahu kalau hari Senin ada ulangan matematika di jam pertama.
Hany tuh sama seperti murid sekolah pada umumnya yang tidak begitu menyukai pelajaran matematika karena dianggap susah, jadi cukup membuat emosi saat tahu ulangan pertama yang dihadapinya malah pelajaran yang tidak disukai.
Untung Feli sudah sangat baik memberitahu dan juga meminjamkan buku pelajaran, kalau tidak pasti Hany lebih kelabakan lagi karena sama sekali belum belajar.
Merasa tidak mau semakin merepotkan Feli lagi, Hany menolak tawaran belajar bersama dan memilih belajar sendiri di kelas setelah bel pulang berbunyi. Dia memang sengaja memilih belajar di sekolah dengan alasan kamarnya yang belum benar-benar rapi setelah pindahan tidak nyaman dijadikan tempat belajar.
"Loh, kok belum pulang?"
Pandangan Hany yang sedang membaca buku berpaling ke arah pintu kelas, ada Arka yang sedang berjalan mendekat. Tapi Hany tidak mau memedulikan cowok itu dan kembali membaca buku lagi.
Menjadi murid pindahan di semester dua memang tidak mudah seperti yang tadi pagi diucapkan Arka. Hany tidak mau mengakui kebenaran ucapan itu.
"Oh benar juga, gue lupa Senin ada ulangan MTK. Apa ada yang nggak lo mengerti?"
"Dibanding kepoin gue, mending lo belajar buat ulangan aja deh," protes Hany yang sedikit terusik dengan kehadiran Arka yang sudah duduk di hadapannya.
Padahal tadi saat jam istirahat bisa dilewati dengan tenang karena Hany menghindar dengan cara mengajak Alfi ke kantin, tapi sekarang Hany malah mendapat gangguan ketika sedang ingin benar-benar konsentrasi.
"Bagaimana kalau kita belajar bareng? Lo nggak bakal rugi dapat tawaran ini dari siswa ranking satu di kelas."
Harus ya pamer segala? Hany menatap Arka dengan kesal, "Baiklah, silahkan ajarin gue untuk buktiin lo itu siswa paling pintar di kelas."
"Ralat, gue salah satu dari dua murid terpintar di angkatan kita dalam pelajaran hitung-hitungan. Tapi gue nggak ahli ngajarin orang lain, gue lebih bisa ngoreksi jawaban yang salah."
Mata Hany menyipit curiga, "Masa? Kalau gitu coba koreksi soal yang mau gue jawab," tantangnya yang langsung mengerjakan salah satu latihan soal yang berada di buku paket milik Feli.
Arka mengangguk sambil memperhatikan apa yang sedang dikerjakan oleh Hany, "Salah hitung tuh."
Hany menghentikan gerakan tangannya yang sedang menulis untuk melihat yang sedang ditunjuk Arka. Sebuah perkalian matriks yang memakai angka puluhan.
"1.741, itu hasil yang benar, lo kurang teliti ngerjainnya,” ucap Arka sambil mengambil alih pensil dari tangan Hany untuk mengerjakan soal yang sama sampai mendapat hasil yang akhir yang berbeda.
Mata Hany mengerjap, bingung dengan kecepatan Arka saat mengerjakan soal seolah tidak berpikir atau dihitung dahulu.
Arka tersenyum, "Ada lagi yang mau gue bantu?"
Ingin semakin menguji cowok ini, Hany menanyakan semua soal yang sering salah ia kerjakan atau masih belum ia pahami. Mulai dari linear, trigonometri, dan juga matriks.
Dan seperti yang sudah dikatakan, Arka memang mengajarkan dengan cara mengoreksi. Tapi cara ini justru membuat Hany lebih mudah paham karena diharuskan mengerjakan soal terlebih dahulu.
"See? Kita selesai belajar bareng tanpa lo sadari," ucap Arka setelah Hany selesai mengerjakan soal terakhir dari lima belas soal latihan yang ada.