Penawar Masalah

Nurita
Chapter #4

Helm

Sedetik kemudian Zoya membuka mata dan memandang sejenak foto motor, ia menulis kutipan.

"Bersamamu seperti melepas semua beban dan menyembuhkan semua luka yang ku hadapi sendirian."

#penyeduhfajar

Zoya mengangkat secangkir kopinya, sembari membuka lembar berikutnya. Saat ujung cangkir masih di bibirnya, seketika Zoya berhenti meminum. Potret selanjutnya adalah sketsa helm sederhana. Ia terkejut karena seharusnya yang ingat bukan potret ini.

Kala itu dua orang dari setiap perwakilan kelompok memutari kota untuk mendapatkan tembikar, tugas seni budaya akhir semester ganjil.

"Ambil ponsel loe di saku kiri."

"Apa Rul?! Nggak kedengaran."

Arul memiringkan kepalanya sehingga hampir bertabrakan dengan wajah Zoya yang juga ikut maju di bahunya. "Munduran dikit."

"Gini aja. Rame soalnya, gue nggak dengar suara loe."

Arul kembali menghadap depan lagi, fokus pada jalanan. Ketika cukup sepi, ia melanjutkan ucapannya dengan sedikit berteriak. "Telepon Faby, ponsel loe di saku kiri."

Segera Zoya merogok saku kiri jaket Arul yang tengah ia pakai. "Nepi duku deh kayaknya." Ucap Zoya dengan ponsel digenggamannya.

Demi keselamatan, Arul menepi di bawah pohon rindang. Cuaca memang sudah terang lagi tapi anginnya juga cukup kencang. Setelah memastikan kiri jalan ini boleh untuk tempat pemberhentian, Arul mematikan mesin motornya. Zoya segera turun dan berdiri di samping Arul. Ia membuka helm dengan helaan nafas panjang. Ini bukan helm milik Zoya, terlalu berat.

"Pusing gue."

Arul mengambil helm Zoya dari tangannya dan meletakkan di spion sambil bertanya. "Loe nggak pernah pakai helm?"

"Ya sering, cuma itu helm kakak gue, nggak tahu helm gue taruh mana. Daripada teman-teman nunggu ya udah gue bawa aja tuh helm. Berat banget." Zoya memberikan ponselnya pada Arul. "Loe aja."

Arul menghidupkan ponsel Zoya, hendak menghubungi Faby.

Tapi ternyata sebuah keberuntungan, Akbar dan Faby yang memang beeboncengan berhenti di depan motornya. "Loe nyasar ya?"

Arul memasukkan ponsel Zoya di tasnya lalu melihat ke arah Akbar. "Yo'i, loe juga?"

"Iya cuy, gue salah belok tadi. Si Faby nggak tahu jalan." Faby memukul pundak Akbar. Arul tertawa sedang Zoya tersenyum kecil.

"Eh ayo dah berangkat, gue barusan telepon Rina, tau gue tempatnya." Lanjut Akbar.

Arul menatap Zoya yang mengulurkan tangan. "Helm."

"Masih pusing?"

Lihat selengkapnya