Arul menoleh dan mendapati Tiara yang tengah membawa tembikar, tersenyum padanya. "Tolongin naikin ini ke motor." Ujar Tiara sambil meletakkan tembikar di samping motornya.
"Kan ada Dwi." Ujar Lana.
"Masa cewek suruh angkat-angkat sih, berat ini. Tolongin ya Bang."
Tiara, teman yang tadi pagi, ketika pemutusan siapa yang berboncengan, mengatai Zoya perempuan tidak benar. Dan itu cuma gara-gara Arul lebih mengajak Zoya dibanding dirinya. Hal itu pula yang membuat Zoya, pribadi ceria menjadi diam seharian ini.
Tiara juga yang memiliki panggilan tersendiri untuk Arul. Begitu manja dan ingin selalu dekat dengan Arul. Seperti sekarang, lewat tembikarlah alasannya. Zoya? Sebenarnya ia tidak peduli hubungan antara Tiara dan Arul. Ia tidak peduli kalau berita di sekitar mengatakan kalau Arul dulu pernah mengejar Tiara namun sekarang malah mencampakkan.
Sekarang ia jadi sedikit ingin tahu, itu karena perkatakaan Tiara yang sangat menyakitkan tadi pagi tidak akan ia hilangkan. Meski tidak akan Zoya ungkit, karena ia adalah orang yang sangat enggan menggunjing, dan melukai perasaan orang lain. Tapi yang ia yakin, jika sekarang sedang di kamar, sudah dipastikan Zoya akan menangis.
"Angkat sendiri Ra, orang Zoya aja..."
Arul memotong omongan Lana. "Biarin, gue angkatin aja." Arul turun dari motornya. "Pegang Zoy, nanti jatuh." Zoya memegangi tembikar yang sedari tadi dijaga oleh Arul.
Sedangkan Arul menghampiri Tiara dan membantu mengangkat tembikar. "Pegang motornya, mana Dwi? Kalau Dwi belum naik, loe juga nggak bisa naik dulu." Beberapa detik kemudian Dwi datang. "Sini Rul, makasih ya."
Arul hanya mengangguk dan diam memerhatikan Dwi yang memegang tembikar. "Loe yang nyetir Ra?"
Pandangan Tiara tidak lepas dari Arul, dengan senyum yang tidak lepas ia berkata. "Kamu aja Wi, bentar Bang jangan pergi dulu. Bantuin pegang tembikar. Aku naik dulu."
Tanpa sadar Zoya melihat setiap detik gerak-gerik kedua orang itu, seperti apa yang dipikirkannya tadi. Sesekali Zoya melirik ke arah lain mengusir jengah.
"Nggak usah cemburu Zoy, Abang Arul cuma punya loe." Bisikan Lana lantas mendapat pukulan dari Zoya. "Stop bilang Abang-Abang, nggak suka gue panggilan itu."
Lana mengusap pundaknya. "Pukulan loe lumayan juga nih." Zoya merasa bersalah, ia terkekeh canggung. "Sorry, loe dulu sih yang mulai." Lana hanya terkekeh mendengar nada tidak enak dari teman pintarnya yang satu ini.
"Makasih Bang." Tanpa menjawab Arul kembali ke motornya. Ia meraih jaket hitam yang dirangkul Zoya dan dipakainya. "Loe naik dulu."
Saat Arul memegangi tembikar, Zoya keburu naik, kakinya kebas memutari toko gerabah yang cukup luas ini. "Makasih." Arul mengangguk lalu naik ke motor.