Semuanya terjadi satu tahun lalu, ketika Zoya UTS semester ganjil. Ia duduk dengan Arul dan semakin dekat dengan cowok itu. Zoya kembali membuka lembar selanjutnya, ada sketsa dua orang yang tengah mendengarkan lagu lewat satu earphone. Ia terdiam sejenak, mengingat setiap ucapan dan geriknya juga Arul ketika hari terakhir ujian.
Sendu matanya tidak menutup kekecewaan yang mendalam ketika mengingat itu. Di bawah sketsa itu ada sebuah kutipan sama seperti potret-potret sebelumnya.
"Kecewa, itu yang aku rasakan ketika setiap kata tersirat itu kamu lontarkan."
#penyeduhfajar
Zoya mengingat ketika hari terakhir UTS, sudah 5 hari Arul berbeda sikap. Tidak menyapanya, berbicara sekiranya perlu saja. Balik seperti awal dulu ketika mereka belum saling mengenal. Bahkan tidak jarang Arul memilih datang terlambat seolah menghindari bertemu dengan Zoya terlalu lama. Zoya sendiri tidak tahu kenapa?
"Zoy, panggilin Arul dari tadi gue colek gue panggil nggak noleh-noleh." Rina meminta tolong padanya. Zoya diam sejenak, melihat penjaga yang sedang tidak ada. Akan Zoya coba. Ia menyentuh sedikit lengan Arul namun Zoya dikagetkan oleh tepisan keras dan kasar dari cowok itu.
"Jangan pegang-pegang." Ujar Arul dengan nada yang sedikit membentak
Dalam suara yang akan memecah parau, Zoya tetap melanjutkan amanat dari Rina. "Dipanggil Rina." Zoya keburu menunduk pada lembar jawaban, enggan menatap Arul sedangkan matanya berlinangan air mata yang ia bendung. Relung hatinya sesak mendengar nada tinggi Arul dan batinnya terkoyak ketika mendapat tepisan Arul barusan.
Zoya merasakan Arul yang menyamping, membalas setiap ucapan Rina namun menengahdao dirinya dan bahkan seperti yang ia rasakan, Arul menatap dirinya tajam. Merasakan itu Zoya semakin menenggelamkan kepalanya. Mengisi setiap soal dengan sedikit cepat. Hingga Faby memanggil.
"Bedanya Appaetizer sama Main Course apa?"
Zoya menoleh dan Faby terkejut. Temannya menangis, dalam bisik Faby bertanya. "Kenapa?" Zoya menggeleng, ia mengusap air matanya sambil menatap Faby. "Appaetizer itu pembuka, main itu utama."
Faby seolah tidak peduli lagi dengan jawab Zoya, ia memandang khawatir, melirik pada Arul yang menunduk serius dengan jawabannya. Namun Faby memilih mengangguk, nanti saja ia tanyakan.
Semua terjawab, Zoya menepikan soal dan jawaban, ia menenggelamkan kepalanya dalam dekapan tangannya di meja. Berkelut dengan pikirannya. Mencoba mencari jalan keluar hingga dengan helaan panjang, ia mengangkat kepalanya dan menghadap Arul.
"Kita perlu bicara."
Arul melihatnya cukup lama. Nafas Zoya sudah tercekat di ujung tenggorokan. Namun ketika Arul tidak menjawab dan malah sibuk dengan soalnya lagi, Zoya menurunkan bahunya lesu. Memang susah berbicara dengan Arul, seperti yang teman-temannya bilang.
Zoya kembali menenggelamkan kepalanya. Hingga bel berbunyi, ujian di kumpulkan ke depan. Zoya tetap duduk di tempatnya, ujian ia titipkan pada Faby. Jam istirahat kali ini ia memilih membaca novel, Tere Liye, penulis favoritnya.
"Zoy." Panggilan Faby yang baru saja duduk di sebelahnya, membuat Zoya bergumam. "Loe kenapa tadi?" Zoya menggeleng.