"Dapet berapa Lo hari ini?" tanya Vani si gadis tomboy padaku yang sedang meluruskan persendian.
"Gak banyak, cuma lima karung dari pagi." Jawabku santai seraya merapikan botol yang akan ditimbang.
Seketika bajuku basah dengan cipratan es cincau dari mulut Vina. Dengan spontan kulemparkan satu botolku tepat di mukanya. Dia marah-marah tak karuan. Dia bilang aku hanya sibuk baca komik, tetapi banyak sekali hasil kumpulanku hari ini. Sedangkan dia, sibuk mencari sana sini malah cuma dapat dua karung. Marahnya tak kunjung padam setelah melihat jerawatnya pecah terkena botol. Segera kulari darinya dan menuju kios Bang Aman, kios tempatku menukar jerih payah dengan kehidupan. Ya, benar, kios ini adalah tempat penimbangan hasil mulungku setiap harinya. Setelah menimbang dan memberikan hasilnya pada Bang Aman, uang pertama pekan ini pun jatuh di tanganku. Aku segera menuju pohon depan kios. Di bawah pohon ini, aku sering menghabiskan waktu sore untuk menghitung uang juga melamun. Memang tak bagus kebiasaanku, tetapi itulah yang terjadi. Pohon menopang badanku, tangan menopang kumpulan uangku yang membentuk kipas, tak kalah Vina merebut dua lembar sepuluh ribuan dari tanganku. Itulah bentuk protesnya padaku yang tidak bersalah apa-apa. Aku memang bersantai setelah berhasil mengumpulkan lima kantong botol. Vina menganggapku tidak bekerja dan hanya sibuk membaca. Tak kuasa melihat perlakuannya yang begitu kasar, aku segera merebut uang itu kembali seraya menceramahinya.
"Oy Vin, gak baik banget sih sifat lho, ngrebut hak orang itu gak baik lhoo, apalagi ngerebut hak yatim piatu," jelasku seraya menceramahinya, "gini aja deh, gue traktir lo makan bakso kesukaan."
"Alah sok-sok an alim, biasanya juga lo nyuri makanan gue, tapi kalo lo mau traktir gue oke lah, ni duit lo." jawabnya sambil mengembalikan uang hasil rampasannya. Kami memesan bakso pilihan masing-masing. Setelah pesan, kami duduk di meja paling dekat kasir. Sepanjang makan bakso tak banyak kata keluar dari mulut Vina, dia sibuk melahap baksonya sampai hampir tersedak. Segera kuberikan padanya sebotol air mineral. Setelah muka kepedesannya mereda, aku mulai membuka mulut untuk pertama kalinya.
"Vin, gue boleh tanya sesuatu gak ke lo?"
"Tanya aja gak papa, tanya apa emang?"
"Gimana sih, rasanya punya orangtua?"